Kenalkan aku Horas Samosir, anak si pangoaran dari samosir sidari. Sebentar aku ini lahir di
Rajamaligas, Pematang Siantar. Ayahku seorang tentara. Ibuku hanya ibu rumah tangga. Ayahku
besar di tanah jawa, opung boru seorang guru, opung doli seorang petani. Opung adalah nenek dan
kakek, serta boru dan doli itu adalah perempuan dan laki-laki.
Pangoaran adalah anak pertama dari anak opung laki-laki. Kisah ibu dan ayahku jumpa di Ambon,
dimana ayahku tugas di sana, dan ibuku kuliah. Ibuku kuliah di Universitas Patimura Ambon, jurusan
sosial. Ibuku tidak lulus kuliah karena kejadian tahun 99’ diAmbon, dimana Ambon sedang panas,
dimana kerusuhan, berbeda agama di panah. Itu menjadi ibuku kembali Medan.
Kisah ayahku merantau ke Jakarta, hanya jadi tukang kenek metro mini dan jadi tukang angkot.
Ayahku di Jakarta hanya itu pekerjaannya, ayahku merantau untuk sukses katanya. Dan ayahku
sudah mengelilingi Jakarta. Serta sudah memakai baju loreng, dimana opungku senang.
Masih kisah ayahku. Pendidikan di Bandung, kesatuan Polisi Militer. Sepintal ayahku pernah cerita,
bahwa waktu itu ayah tidak jadi tantara, waktu di panggil nama satu-persatu nama ayah tidak
disebut oleh pak pelatih, ternyata nama yang tidak disebut yang lulus. Aku tersenyum
mendengarkan cerita itu.
Anak opung ada tujuh, tiga laki-laki dan empat perempuan. Dimana satu perempuan itu kuliah di
universitas Kristen yang ada di tanah jawa Pematang Siantar, jurusan Sastra Inggris. Dan itu pahit
dimana sampai sekarang tetap menjadi guru honorer, sudah berapa kali mencoba menjadi Pegawai
Negeri Sipil dan itu semua gagal.
Dimana ayahku saja yang mengangkat nama keluarga samosir di Rajamaligas menjadi naik. Aku
anak yang dibilang turut serta menunggu ayah pulang, untuk membeli martabak. Martabak bangka
di graha asri. Sekarang aku tinggal diCikarang, ayahku tugas di cijantung, kantornya depan Mal
Cijantung, yang dulunya itu masih ada pohon mangga.
. . . . … . … .. …… ….. …..
Aku dulu di Bekasi, aku di TK delima, secuil ceritaku dipungut oleh saya sendiri di Buku aku pertama
“ Kami Putra dan Putri “ buku itu hanya fiksiku saja, aku sedang berbohong pada diriku sendiri,
dimana berbohong itu dosa, aku tidak ingin berbohong kepada semua manusia. Aku ingin serius di
ceritaku ini.
Disini ceritaku pernah mengalami gunjangan serius, rumah tanggaku hampir hancur disini.
Ayahku memukul ibuku waktu aku SMP (Sekolah Menengah Pertama). Ibuku bertengkar hebat,
sampai tetangga dengar dan keluar dari rumahnya. Ibuku meminum BRASO, dimana BRASO adalah
sebuah benda untuk mengkilap besi, dimana benda itu digunakan untuk kopel ayahku, kopel itu ada
besi berwarna emas, itulah kegunaanya.
Disitu aku melihat semuanya, ayahku bertengkar hebat sampai kata-kata nama binatang pun
terdengar. Ayahku yang pulang malam hanya mabuk-mabukan, dan berjudi. Dimana uang gaji dari
kantor yang sedikit itu pun dijadikan judi.
Ayahku tidak pulang, sudah tujuh hari, ibuku tidak bisa beli aku jajan. Makanan untuk sehari-hari.
Bahan pokok pun sudah tidak ada lagi dirak piring. Ibuku telpon ayahku pinjam dari tetangga
memakai telepon yang di pencet nomor. Dulu ada handpone Esia hidayah, tetapi barang itu mahal
sekali.
Ibuku menelpon dikantor ayahku dinas, katanya sudah tujuh hari tidak dinas katanya si penelpon.
Dan ayahku pulang memakai motor Supra X 125, motor yang ada kalajengkingnya di bodi samping
motornya. Ayahku dengan baunya tak main, seperti tidak mandi.
Adu cekcok mulut dan aku menangis. Ayahku tidur dikamar, dan memberiku uang seratus ribu
rupiah, berwarna merah. Itu baru secuil kisahku di keluargaku itu. Maaf jika ini harus aku tulis,
karena ini kisahku, dimana aku menjadi anak Otoriter di keluarga.
Selebihnya aku masuk kamar dan berdoa, meminta kepada tuhan yesus untuk kabulkan doaku.
Dikamar aku berdoa dan baca alkitab, ayahku menangis melihatku dan mengajak aku keliling kota
Cikarang.
Digendongnya aku, dan berlari, betapa kuatnya orang berpangkat SERKA itu. Serka kepanjanganya
Sersan Kopral. Ayahku terus berlari dan berkata “ Berpegangan yang kuat nak, ayah akan ajak kamu
melihat bintang jatuh. Bintang itu akan menuju kamu nanti, bintang itu tak perlu kamu gapai, akan
datang sendiri.”
Ayahku pushup, dan aku mulai berhitung, ayahku kuat sampai seratus lima puluh tig. “ Kamu harus
bisa lawan ayah, ketika ayah salah.” Aku menjawab “ a” a saja aku ucapkan.
Kami pulang dengan keringat, dan dia berkata lagi “ Itu keringat ayah, yang nanti kamu untuk
makan. Baunya itu seperti bau uang baru gajian. Kuatnya ayah mengendongmu, kerasnya ayah kerja,
Tulang ayah terdengar suara Trsk-Trsk-Trsk, itu ayah sedang banting tulang berulang-ulang untuk
kamu dan keluarga.”
Itu baru saja ayahku sedang mengeluarkan kata-kata puitisnya. Aku disitu masih lugu sekali. Aku
takt ahu apa maksud ayah waktu itu, tetapi aku masih ingat sekali di Cikarang. Aku mengeluarkan air
mata, ayahku mengeluarkan keringat, ibuku mengeluarkan ayahku, karena ibuku masih butuh waktu
untuk semua ini katanya, langsung kunci pintu. Ayahku memakai jaket hitam bertuliskan YAMAHA.
Suara motor itu menghilang.
. ….. . ….. . . …… . .. .. .. .. . . ..
Melihat warna hitam se-isi rumahku, ibuku menangis, aku hanya terdiam di Kasur dengan kipas
angin diatas samping bohlam lampu, atap berwarna putih, terdengar suara burung Ngik-Ngik-Ngik
suara burung gagak, menandakan pasti akan ada sial. Itu terjawab oleh mata kalian semua, aku
sedang tidak mengada-ada, bahwa masalah itu pernah aku alami sebelumnya.
Tatap muka ibuku masih kesal, ibuku memberiku usapan menghelai rambutku yang pirang,
sambil menangis, suara hidung tersumbat, mata yang lembap, mata terus mengeluarkan air
matanya. Ibu menutup mata dan mulai berdoa, selesai bedoa, ibuku mengambil buku puisi tuhan
yaitu buku Alkitab. Alkitab adalah buku pedoman iman bagi umat Kristen yang percaya semua di
dunia ada didalam buku itu dan buku dengan lagu-lagu rohani di halaman belakang.
Menatap kipas hanya membuat aku mengikuti porosnya, mendengar kipas itu seperti helikopter.
Jika aku besar aku akan mempersatukan ayah dan ibu, dan sekarang aku bisa satukannya kembali
seperti dulu.
Ini kisah keluargaku apapun itu inilah cerita keluargaku sesunguhnya. Aku punya adeku Jeremy,
itulah adeku. Kalian harus tahu, kisahku sebelum kalian baca buku ini, kalian sudah membeli buku
ini. Aku punya kata-kata “ Bacalah sebelum Anda buta “ itu kata-kataku, tak tahu darimana kata-kata
itu muncul di benakku.
Kemungkinan besar Manusia kaya adalah mirip manusia, manusia miskin mirip manusia juga.
Keluargaku juga tidak begitu kaya, hanya sederhana. Derita aku di keluarga Bencinya aku kepada
perpisahan, ;ebih baik aku tidak ada didalam kehidupan, aku tidak ingin mendengar kata keluarga
yang aku ingin mendengar kata masukga kedalam kehidupan yang tidak ada penderitaan dan
perpisahaan.
Aku sebagai kakak, otoriter dikeluarga, semua kudeta ayah aku tulis di Microsoft word 2013 ini,
dan ku ukir dengan kalimat ejaan yang disempurnakan. Ilmu sastraku tidak ada, tetapi aku tak takut
untuk menceritakannya semua di tulisannku.
. .. ……. ……. ……….. … ….. .. .. .. …… . .. .
Sekarang aku sudah kuliah di STT-PLN Jakarta Barat Cengkareng, jurusan Teknik Elektro Diploma
Tiga. Adeku juga sudah besar-besar semuanya, singkat cerita, aku meninggalkan Cikarang demi
mencuri ilmuku di Jakarta. Sekarang ayah dan ibuku sudah tidak bertengkar lagi.
Tetapi cerita ini belum selesai, ceritaku masih ada dibalik sudahnya akur kedua orangtuaku. Aku
sudah lama ingin menulis ini, tetapi aku harus ijin keorang tuaku, bahwa aku ingin menulis semua
cerita tentang keluarga kita. Tetapi ayahku tidak mengijinkan, ibuku sih oke-okeh saja.
Aku memohon ke ayah supaya diperbolehkan, ayah masih memikirkan hal itu. Dan baru ini
ayahku mengijinkan aku untuk mengungkapakan masalah dikeluarga, yang hampir cerai, dan itu tak
terjadi. Keluargaku hampir hancur karena orang ketiga. Dimana ayahku berselingkuh.
Ayahku pernah berkata, “ Jika ayah salah, maka harus lawan ayah. “ Itu ucapannya ke aku masih
kecil. Dan itu akan terus aku ingat sampai detik aku menulis.
. …. …….. …. . .. . . . . . . ….... . … ...... . .. .… .
Kemana aku berlabuh, kemarilah nak, kau akan mengadu, bukan ke aku, tetapi ketuhan, belajarlah
sampaikan ilmu itu ke semua manusia, pelajarilah sampai kau pergi untuk selamatkan yang tidak
bersalah.
Berterus teranglah kepadanya, keseruannya tampak mulus-mulus saja, perutmu akan berisi
semua kekocanakan ayah, mules-mulesnya perutmu dikocok oleh candaan ayah, meresmikan bahwa
ayah pernah membuatmu Bahagia.
Berjalan menapakan jejak, anak langkah, di area finish, kau akan jadi pemenang, membuat ayah
dan ibumu bangga. Kebangaan ayah Indonesia, selain itu kamu. Kesenangan ayah melihatmu
tersenyum, walau kau tahu ayah ini laki-laki bajingan.
Janganlah bertanya kepadanya, ketika kamu dimakan, kau akan secepatnya minum, selebihnya
ayah hanya minum perjamuaan di Cikarang, perjamuan itu hanya Bir Angker dan Bir gunnies.
Minuman ayah karena suntuknya kepala.
Ayah belum menjadi terbaik, ayah hanya dijadikan ayam berkokok, ayam yang membangunkan
kalian dari ketelambatan, walaupun ayah seperti harimau, tetapi ayah harimau yang berkokok. Ayam
itu adalah ayah, ayamku adalah alamrku waktu aku telat, untuk mengungkapkan semuanya.
Jangan kamu memilih, dipilihlah kamu, walaupun kamu tidak mencalonkan di KPU (Komisi
Pemilihan Umum). Jadilah bintang yang terang, jangan jadi bintang yang redup, bintang bersinar,
bintang gemerlap, bintang terbintang.
Aku masih menikmati hidup, walaupun keluargaku tumbang sebelah. Kokohnya sedikit, bencana
keluarga, tidak lagi keluarga bencana, dimana aku punya adeku yang baru, masih kecil, baru lahir,
namanya Amanda Mahalya Samosir, nama yang bagus bagiku.
Bencana keluarga yah LONDUR. Londur tak beda jauh dari kata lonte, dimana ayahku
berselingkuh di belakang ibuku. Londur itu selingkuhan ayah dari Jakarta, di cempaka putih. Sedikit
kursut, kurus tak diurus ayahku, karena ibuku marah.
Ayahku punya Handphone dulu nokia, nokia jadul, bunyi deringnya teng-nong-teng-nong-nong-
neng. Ibuku baca pesan singkat dari perempuan itu, perempuan itu di namainya, Cahyo, ibuku heran
kenapa pesannya sangat khusus sekali, khususnya dari pesan itu seperti wanita yang di pesan itu.
Waktu hujan, ayahku tidur, ada yang nelpon, dijawab ibuku, dan itu wanita, ibuku berkata kasar,
dan berbicara “ dasar Lontelu. “ Ayahku terbangun dan disitu bertengkarnya ayah dan ibu dimulai
lagi.
Ibuku waktu itu buka warung diteras dijadikannya tempat untuk berjualan dan melayani orang
membeli, seperti Transaksi sang penjual membeli suatu barang dan mengucapkan Terima Kasih.
Sejarah yang kelam, itu pernah ada aku, dan Jeremy adeku, ayah dan ibu. Yang lainnya hanya
penikmat buku ini saja, penikmat keluarga ini bagaimana kedepannya, jalan cerita dari Bekasi ke
cikarang. Sudah itu saja cikarang tempat keluargaku berada.
Dimana Cikarang tempat baru keluargaku, tempat aku berteduh, dan disinilah cerita keluargaku
terbanyak menimbulkan Konflik. Melanturkan cerita yang belum pernah ada sebelumnya. Aku tidak
ingin buku ini Fiksi, karena aku pernah alami dan nikmatinya hidup dan hidup, serta menghidup.
Cikarang tempat yang aku sekarang karang, walau tak sekarang, tapi nanti, dikemudian hari ini,
mungkin lusa nanti.
Mengapa aku jujur menulis, karena menulis inilah aku bisa menjawab kebohongan dari yang aku
karang, darimana aku bisa menulis, karena aku ingin berkarya saja. Dan darimana aku mulai menulis,
dari tadi aku masih mengetik dan meminum es teh manis hangat.
Silahkan kalian mau bilang apa ke aku, yang penting dari ini aku bisa membuat keluarga ini
harmonis kembali seperti aku masih kecil, dimana ayah dan ibu saling senyum.
inilah kisahku, kisah kelam, membuat arahku redup, membuat aku mati kusust, membuat frustasi
yang akan basi, melebur di air hangat, karena cuaca tak tampak dingin. Mendengar tetangga
membicarakan keluargaku, berputus asa karena tak ada yang bisa mengertiku, dan aku pernah ingin
tidak akan menikah, kalau ini akan dialamai olehku kelak. Semoga kalin tidak seperti aku yang hina
ini. Dan “ Bacalah sebelum anda Buta. “ Terima kasih ibu, terima kasih ayah, aku menulis semua
lengkap , sudah aku ingin ke bagian cerita selanjutnya.
Renjana terlipat kebas menangkis, ibuku menangis terus. menderita saja.
Kesana aku nanakan nasi, makan bersama yang aku mau.
Kesemutan jika aku ingin membuat orangtuaku Bersatu kembali.
Kerasukan ayahku emosi.
Kasihan ibuku menangis tak henti-henti.
Adik-adik pun ingin dan sepemikiran, ingin menyatuhkan.
Sudah Bersatu, dan semboyang yang kita pakai “ Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.”
Amen-amen-amen.
Kala itu aku merasa senang ketika aku berada disini, lebih tepatnya sih di Bekasi. Ayahku memakai
baju dinas, selalu mengajakku keliling komplek, karena itu menjadi rutinatasnya ketika berangkat
kerja. Di umur tiga tahun.
Masih kecil sekali aku waktu itu. Ayahku mempunyai motor SCOPION, motor laki disebutnya.
Mengapa bisa begitu, karena ayahku laki-laki, harus punya motor juga laki-laki.
Aku, ayah, dan ibu, tinggal di kontrakan yang sangat kecil, kontrakan 3X4 itu, menjadi saksiku
pernah disana, karena aku corat-coret tembok, waktu itu aku gambar bebek, masa itu masih ada
kartun Donald Duck, kartun yang aku suka waktu kecil dulu.
Telepisi tabung ber-merk Polytron, televese itu sudah aku getuk-getuk ke tembok, remot itu jadi
rusak, terdengar suara penjual remot Remot-Remot-Remot, dibelinya remot persis seperti yang aku
hancurkan.
Telepisi itu memakai antena tetap, antenna berwarna oren, mempunyai medan magnetik, bisa
menempel di rambut. Televese itu beratnya 1000gram, meja televese itu berwarna coklat,
dibwahnya ada kaca yang bisa dibuka, dimana tempat itu dijadikan tempat buku, semua buku yang
ayahku punya.
Ibuku cuci pakaian dikamar mandi, aku merayap dari rumahku ke rumah tetangga. Itu mulanya
aku berdiri dan berjalan, ini memang yang diceritakan ibuku waktu aku masih kecil. Ibuku panik
setengah mati, semua tentangga menertawakanku, itu cerita singkat aku yang mengemaskan.
Ayahku datang, langsung dimasukannya motor, karena takut hilang, waktu itu di Bekasi banyak
motor yang hilang, karena kelalaian orang yang tidak ingin menjaga.
Nomor plat ayahku B 1220 BS, itulah nomor plat ayahku, motor itu kencang, kalian harus tahu
eforia motor dulu dan sekarang beda jauh. Motor dulu kelihatan kencangnya, sekarang kelihatan
kencang karena di modifikasi.
Ibuku membeli susu PRENAGEN, susu yang paling mahal di toko pelaratan anak bayi. Harganya
mencapai tiga puluh ribu rupiah, bayangkan uang tiga puluh ribu rupiah itu lumanyan banyak di
Zaman Presiden Megawati Sukarnoputri, waktu itu satu-satunya presiden wanita di Indonesia.
. ……………………………………….. ….. . .. . . . . . .. . . . . ………………….. . … .. .. ………….. .. . . .. ..
Salon itu di Bekasi Speaker, dimana ayahku menyimpan uang di dalamnya. Kalian harus tahu
ayahku menyisihkan uang disitu. Aku masih ingat karena di ceritakan semua dari ibuku.
Aku ingin menceritakan waktu Taman Kanak-kanakku, masuk di umur Empat tahun, aku masuk
Taman Kanak-Kanak. Aku mulai lupa letaknya, ketika aku kesana lagi Taman Kanak-Kanak itu sudah
ditutupi Rumah yang lain, jalanan yang sempit, Selokan yang kotor, banyak sampah.
Banyak orang batak diBekasi, semua kenal ayahku, sampai Preman diBekasi, yang pernah di gorok
pun kenal, rata-rata Preman di Bekasi itu Orang Batak, bukannya aku menjelekkan orang batak, aku
pun orang batak, jadi untuk apa aku menjelek-jelekan asallku sendiri.
Minum tuak di lapo. Lapo adalah tempat makan orang batak, masakan saksang, B1, dan B2.
Saksang itu makanan yang enak, walaupun itu babi yang dirica-rica. Sekarang mengenai B1, itu sih
Inisial saja, B1 itu anjing. B2 sih BaBi.
Lapo bertulisan Humbang di Terminal Bekasi, sudah akrab sekali dengan ayahku, dimana ayahku
makan selalu Gratis, tetapi ayahku tidak enak kalau Gratis terus. Ayahku tidak sampai hati, kalau
makanan yang dimakan ayahku gratis terus.
Lapo itu baik kepada ayahku, karena kalo ada preman yang PUNGLI (Pungutan Liar), ayahku maju
paling depan untuk menghadang preman-preman yang baru dilihat ayahku selama ini. Preman itu
sih Pribumi, bukan orang batak.
….. ………………… ……………… …. …. .. . ………………………… … .. … . .. .. . . . . . . . . .
Kembali lagi ke ceritaku, bagaimana kalian menilai ayahku, aku juga kiranya begitu, tetapi ayahku itu
sangat keras orangnya. Sampai-sampai ada yang minta tolong warung di sepanjang jalan, selalu
ditagih. Pedangang itu bukan orang batak, orang asli Garut, tetapi ayahku baik, menghabisi semua
preman-preman yang bajingan itu.
Aku sedang tidak menceritakan ayahku baik, memang itu pernah diceritakan ibuku. Dan akupun
sedang tidak mengada-ada, bahwa itu asli dicerikana dari mulut ibuku.
Itulah ayahku yang baik kesemua orang, tetapi tidak ke ibuku. Mengapa bisa begitu, adeku lahir
setahun aku Taman Kanak-Kanak, namanya Jeremy, dia adeku yang baru saja Ari-Arinya di kubur di
bawah dasar tanah.
Ayahku tidak ada di Rumah sakit, karena sibuk di kantor. Ibuku menceritakaan semua, logikaku
memanggil, masa se-tega itu TNI tidak bisa ambil cuti sebentar saja. Apa Indonesia sedang genting,
pikirku ceritanya ingin berperang dan si Butet ingin melahirkan, tetapi ayahnya tidak melihat
anaknya.
Itulah yang pertama kali diceritakan oleh ibuku, masih banyak sih, tetapi aku ingin belajar
merangkai kata-kata dulu, karena menulis harus bisa merangkai kata-kata itu menjadi sebuah cerita
di Novel. Itu sudah hukum sastra membuat Novel.
. ……………………….. …………………. .. . . .. . . .. . . . . . . .. . . . . . …………………………………………. . .. . .
..
Ibu sedang berada diruang tamu, menunggu tamu, tamunya adalah ayahku yang ditunggu-tunggu si
ibu. Ibuku sedang memberi ASI untuk adeku baru saja lahir kemarin. Bersedih ibu matanya berlinang
dikelopaknya memerah, memendam sebuah kenangan bersama ayah.
Jika Anda tahu ibuku sedang menunggu si senapan yang selalu dibawa ayahku disaku Kopelnya.
Kerasukan rasanya karena ibuku ingin melihat anaknya kedua ke ayah. Sudah lama menunggu tidak
ada timbul-timbul sosok ayah.
Setiap pada motor Scopion, pasti dikiranya itu ayah, itu bukan ayah, itu orang lain yang
mengendarai motor laki tersebut. Sembari nyanyi lagu Butet, lagu asal daerah Sumatra Utara.
Diutarakan di depan mukaku, dinyanyikannya yang syahdu, dan aku mendengar ibuku sedang
bernyanyi.
Memberi ASI adalah tugas seorang ibu, hanya itu yang diberikannya asupan gizi, tanpa ASI bayi
akan mati, itu sudah kodratnya. Bayi yang mungil, bergerak-gerak memainkan dekapan tangan, jari
manisnya ke atas kepala, menunjukan gusi, melirik ke ibu yang sudah selesai memberi ASI.
Melihat jam di dinding, melihat kalender sudah seminggu ayahku tak pulang, aku hanya melihat
jam dinding berdetik dan kalender pun bergantian dari bulan ini ke bulan baliknya. Ibu memandikan
Bayi itu, bayi dari Rahim ibuku, memberi sereal.
Tanggal muda seharunya ini sudah gajian……..ibuku berbicara di kalender, menaikan kalender itu
untuk menganti bulan. Menganti semua se-isi rumah menjadi lebih rapi, memakai baju bayi aku dulu
yang dipakai adeku.
Menelisik aku, dari ceritanya, ibuku memberiku sarapan, aku dan adeku berangkat ke gereja untuk
membaptis adeku, baptisan adeku di gereja HKBP, Hkbp itu gereja batak, gereja memakai buku ende
dan isi alkitabnya pun Bahasa batak.
Ibuku tampak cantik, jalan kami ke depan persimpangan, persimpangan itu ada pangkalan Ojek,
ojek itu memakai motor Supra Fit, nomor platnya B 1007 FED, memakai jaket kulit hitam, memakai
helm Honda asli dari sorumnya, distater kita pun berangkat.
Tak jauh sih jaraknya hanya dua kilometer dari persimpangan Citarik. Gereja itu di depan
Universitas Presiden Jababeka. Banyak sekali mahasiswa luar negeri di jalanan. Melihat tentara
disamping tukan ojek itu.
Itu ayah…..kataku. DIdepan aku duduk, dekan si mukanya tukang ojek tersebut.
Bukan, itu hanya tentara……ibuku. Terdiam aku mendengar jawaban ibu, singkat tapi keratapannya
rindunya ke ayah, melihat surge dikaki ibu menahan getaran motor itu dari polisi tidur.
Sebentar lagi sampai di gereja, aku melihat sekeluarga bersama-sama gereja, aku melihat semua
keluarganya lengkap di gereja. Masuk kedalam gereja, mengambil kertas yang berisi firman dan
nyanyian.
Ibuku berdoa didalam gereja ketika duduk, aku melihatnya dan lama sekali berdoa, apa yang
dikatakannya kepada tuhan, dan apakah tuhan mengabulkan semua yang dikatakannya. Aku
berharap doanya dijawab, dan aku percaya Tuhan itu benar ada.
Berkotbah pendeta, tentang nasib seorang ibu memperjuangkan anak-anaknya, ceritanya pun
persis yang pernah dialaminya sekarang. Khotbahnya membuat ibuku menyimak, sambil
mengendong adeku, dan ibuku menunduk bahwa cerita itu dialaminya sekarang, ingin menangis,
tetapi ditahan ibu.
Tak tahu kenapa adeku menangis tak henti-henti, ibuku langsung membawa adeku keluar dari
gereja. Aku tetap didalam gereja. Ibuku kembali lagi, dan Khotbah itu selesai, adikku pun tak
menangis lagi. Adiku dibaptis dengan firman dan semprotan air yang dipercikannya oleh Pendeta.
Pendeta itu memakai jas yang baru berwarna putih, berkata-kata menggunakan Bahasa batak, aku
tidak terlalu mengerti Bahasa itu, hanya ibuku dan pendeta yang tahu artinya.
“ Gabe Tubu ma ho dibait Allah “ artinya jadi lahirlah kamu dibait Allah. Diusapnya kepalanya si
adik yang botak itu dan selesai pembatisan aku dan ibuku pulang. Aku melihat ada motor persis
seperi ayahku diparkiran, aku hapal nomor Platnya, dan itu benar ayah, aku pulang bersama ayah
dari gereja, masih memakai baju loreng, dan membawa Senapan di kopelnya.
Ibuku terdiam, dan ayahku tidak masuk kedalam, ayahku tidak beribadah, karena ayahku baru saja
datang, langsung memeluk adiku dan memberi nama, Jeremy Gilbret Samosir. Nama yang bagus,
semoga hidupnya sama bagusnya dengan namanya.
Kembali lagi ayahku tampak Lelah, karena berjaga di Koh Abeng, Koabeng orang china punya toko di
Samping Stasiun Jakarta Kota. Toko Kasur dan toko pakaian, ayahku berjaga disana karena gaji dari
kantor tak menyukupi kita semua.
Ayahku juga tidak datang waktu adik lahiran, karena Koh Abeng menyuruh berjaga, karena
preman di Glodok, preman di stasiun, terminal, datang untuk meminta jatah Pungli tersebut. Itu
perintah dari majikan, ayahku seorang tentara asli Indonesia, disuruh-suruh sama orang china.
Demi mengahis rezeki, ayahku menceritakan semua seminggu disana ayah mendapat uang
sepuluh juta rupiah, hanya seminggu disana. Jadi menjaga toko adalah sampingan saja, tetap ayahku
kerja menjadi seorang tentara.
Betapa teganya ayahku demi uang rela tidak melihat ibu melahirkan, ayah pun tak miminta maaf,
karena ayahku itu gensian, dan ibu pun diam saja ayah masuk setelah membuka sepatu lasnya.
Ayahku langsung ke kamar, menyalakan kipas angina merek MASPION. Kipas itu lumanyan besar,
dan adem.
Ibu menganti pakaian dari gereja, membeli popok di warung, adik tampak tak betah karena
dipantatnya ada popok. Popok itu mereknya MAMYPOPOK, aku hapal semuanya, karena dicerikatan
oleh ibuku.
Semua cerita ini ada yang aku tambahkan waktu aku mulai ingat semua jalan ceritanya. Delapan
Puluh Persen cerita ini didapat dari ibuku, sumbernya ibuku, mata-matanya aku.
Hutang ibu menumpuk, ayah terbangun karena aku bangunkan, aku disuruh ibu meminta uang ke
ayah, karena ibu masih kesal, aku disuruh ayah mengambil uang di dompet, ayahku juga berkata
semuanya. Aku lihat uangnya banyak sekali, warna merah semua, aku kira-kira itu ada uang 10 juta.
Ibuku hanya mengambil uang Lima Ratus Ribu Rupiah saja, untuk membayar hutang. Ke warung
lagi untuk membayar, dan mengambil uang belanja ke pasar, disuruhnya kau ke pasar, pasar itu di
depan stasiun.
Membeli ayam potong, pasar itu bau sekali, dan kotor, aku tak mau lagi kesana, karena tempat itu
menjijikan sekali, bau apa saja di situ ada, bau ikan amis, bau tai ayam, pokoknya campur aduk,
baunya, jika aku kesana lagi, aku akan muntah.
Untung saja aku tidak muntah, karena aku menjauh dari area pasar, aku tidak berkata ingin
kedepan pasar, karena ibu asik menawar harga ke penjual. Lama sekali aku menunggun di depan
warung, bunyi Teng-Nong-Teng-Nong suara itu akan munculnya kereta.
Dimana palang rel kereta, untuk pengemudi menahan lajunya jalan, palang itu membuat orang
terhambat, karena jalanan macet, dan akan membuat jalanan terhenti lama, kereta itu lama sekali,
kereta terlama bunyikan serenanya, serenanya itu yang Teng-Nong-Teng-Nong, itu serenya kereta
bagiku.
Dan itu berbunyi lagi, dimana suara itu dekat dari pasar, suara bapak-bapak itu menyembut aku
adalah anak hilang, bunyi TOA itu membicarakan ciri-ciriku, aku yakin ibu mencariku dari tadi, aku
langsung ke parkiran. Ibuku tidak ada disana.
Ibuku membawa si Adik, aku menangis, Ibu-Ibu-Ibu itulah tangisku, ada pedangang menyuruhku
untuk diam di pemotongan ayam, ayam itu berbunyi Petok-Petok-Petok ayam negeri, ayam itu
berwarna Cream.
Penjual itu menyuruhku sambil membawa piso tajam untuk memotong ayam, aku mengiranya
aku di culik dan akan dijual organ tubuhnya, dan ternyata, pedangang itu baik kepadaku, menelpon
bapak-bapak yang berbicara di TOA tersebut.
Aku pulang bersama angkot Lima Dua, angkot warna merah itu, adalah mobil Carry tahun Dua
Ribuan Lah. Aku mengis di depan ibu, gendongan untuk adik hanya sarung dari ibu, sarung itu
katanya peninggalan ibunya.
Sudah tertidur rupanya, tertidur cara terbaik untuk menahan lelapnya dunia, tertanam bunga,
bijinya melingkar diatas tanah, akarnya menahan gertaran dibawah, banyak cacing, seperti isi perut
manusia cacing pasti ada, ini hanya sedikit orang kiri, tak ada orang yang mengerti, cuma orang
kanan saja yang pasti.
Pulang dengan selamat, ayahku sedang tertidur, handphonya bergetar dari komandan, tetapi
ayahku hanya tertidur, tidur pulas, mengorok adalah hal tertidur yang nikmat, ngences adalah hal
tertidur yang dinikmatinya. Itu ayahku betapa lelahnya dia. Mengigau adalah tertidur dalam-dalam
mencari hal kenyataan.
. ……………………………………………………………………………………………………………………………… .
Meluapkan adalah hal-hal yang hampa, uap-uap berada di titik nadir, bumi sunyi, alunan knalpot lalu
Lalang, melangaryan dilangkar, lingkar kehidupan yang suram, membentuk api-api dan air-air.
Menentukan kepanasan karena api akan padam, dan air itu menjadi dingin. Jelek nasibku,
keluargaku pun menganunkan nasib, nada-nada menyimpulkan kapan dan kapan selesai.
Memiliki cerita, punya cerita pun, seperti ini tidak ada yang menjubkan Bahagia, kapan ayah dan
ibu kembali akur kembali, tetapi ibuku tetap mempertahankan aku dan adikku baru saja lahir.
Sekarang aku sudah kelas satu, dimana aku tinggal di Cikarang, perumahan Komplek Daerah Militer.
Sekarang keluargaku tidak ngontrak lagi, sekarang aku sudah tenang karena orangtuaku tidak
bertengkar lagi, semoga dicikarang ini tidak ada lagi pertengkaran, pertengkaran hanya
menimbulkan bunyi dan isi, kesan serta pesan.
Rumahku bertipe Tiga puluh lima, panjangnya Tujuh Meter, Lebarnya Dua Belas Meter. Sekarang
ibuku membeli motor Matik, motor beAt CW tahun 2007 warna ungu. Motor itu menghantarku dan
menjemputku sekarang, sekolahku di Desa Jatibaru.
Motor ayah Scopion itu telah dijual untuk memnambah uang beli rumah, ayahku berangkat ke
kantor naik Kereta, kereta Ekonomi yang dulu ada penumpang diatas gerbong kereta, Pernah aku
naik kereta, tangganku di jendela, ada orang langsung naik dari kereta ke atap gerbong, tanganku
membiru.
Itu ceritaku naik kereta ke Cijantung bersama ibu untuk mengambil gaji, dulu gaji masih manual,
karena belum ada ATM, dan belum ada sistem perbankan. Ayahku naik kereta gratis, karena ayahku
yang membela negara, masa harus membayar hanya naik kereta saja.
Selesai ambil Gaji, ayahku antar aku ke Stasiun, ayahku melihat Padat, ayahku tidak ingin aku dan
ibu berdiri, karena dulu tidak ada kursi Prioritas, yang sekarang ada karena ada moderator terus
memberi suaranya ke penumpang untuk kursi Prioritas.
Kereta tiba masih bergerak sedikit agak cepat, ayahku masuk dengan beraninya, kereta belum
berhenti, ayahku masuk dengan tepat. Aku melihatnya, berani sekali ayah, itu tanda cinta kepada
aku dan ibu. Kursi sudah di Boking oleh ayahku dikereta seisinya penumpang melihat ayahku masuk
tanpa adanya dosa, jika itu beraninya ayah karena tentara.
Di kereta ada pengamen, dan pedangang, dikereta suasanannya banyak yang merokok, dibilik
kereta. Pengamen itu menyanyikan lagu yang belum pernah aku dengar, asap rokok dimana-mana,
pedangang menawarkan dagangannya. Semuanya campur aduk didalam bilik kereta.
Ada suara dikereta, dimana itu, ada suara, keadilan taka da, tetapi kemundurannya kereta karena
tidak adilnya masinis, suara itu diatas gerbong. Aku turun diStasiun Lemah Abang, suara motor mobil
bercampur aduk dijalanan.
Angkot Lima Dua sangat jarang, sejam ssekali datang, tidak disangka, baru aku ibu menyebrang
jalan, mobil itu langsung datang, aku langsung naik, aku lihat orang-orang disana, ada ibu-ibu, bapak-
bapak, ada anak sekolah masih SMP, bercelana biru, ada ibu-ibu menjemput anaknya, memakai
seragam putih bercelana warna merah.
Angkot itu melewati BCL, BCl itu perumahan, Bumi Citra Lestari, bukan Bunga Citra Lestari.
Panasnya cikarang karena siang ini sangat panas, supir itu mengklason, supaya penumpang itu naik,
dan ternyata itu tetangga ibu, tetangga di KODAM, saling mengobrol.
Sampai di gapura KODAM, dengan tulisan Perumahan Graha Bhakti KODAM Jaya. Itulah suasana
rumah baruku, rumah yang baru saja di Dana Pertamakan dengan uang Tija Puluh Juta Rupiah.
Semoga kalian bisa tahu bahwa ini belum akhir dari cerita, ini masih diawalnya saja. Aku tidak
menceritakaannya waktu Taman Kanak-Kanak, karena aku sudah lupa waktu itu.
Ini baru awal, awal diawali dari awal, karena A. Selesai juga diselesaikan karena dari Huruf S besar.
Bab ini belum ada puncak Klimaksnya, masih menceritakan Suasana, dan Tokoh dalam cerita.
Keluarga Otoriter juga ada karena Ada Keluarga Cemara. Cemara mah Pohon, Otoriter mah Kelurga
saya.
Hal baru pernah saya dapati, sebagian besar ada yang mampu ada yang sedang membiru, luka
lebur, leburan api berwarna merah, luka yang berwarna merah pekat. Persatuan, satu-satunya per
yang disatukan, Perumusan rumus-rumus kalimat yang punya nilai rumusnya.
Perasaan adalah frasaan yang sulit diejakan, memungkinkan kita menerima kenyataan dengan
lapang dada, prosa demi prosa bisa jadi diperkosa oleh kata-kata, karena ada jalinan benang jahit
berwarna putih-putih. Bertujuan untuk melingkar-lingkar bundaran, melirik-lirik suasana, latar dan
tempat di Cikarang.
Sekarang aku mulai menulis, menulis keadaanku di Cikarang, dimana Cikarang tak merubah nasib
keluargaku akur. Sejumlah air mata hampir sama air mata tuhan yaitu hujan. Berlian tak ada air
mata. Sarapan nasi goreng yang enak, diciptakan ibuku. Ibuku professor masak, memasak jagonya
ibuku.
Ayahku menikmati makanan dimeja makan, meja itu baru dibeli di Toko Prabotan, di graha asri.
Ibuku membeli kulkas, kompor, minyak tahan. Kompor dulu masih menggunakan minyak tanah,
disebutnya kompor manual.
Aku sudah selesai mandi, ayahku di dapur sedang menyantap masakan ibuku, nasi goreng hanya
menggunakan kecap Banggo, dan garam. Jangan lupa beri sedikit minyak goreng, dan minyak tanah
untuk mengoreng nasi. Serta nasinya.
Menikmati, kejadian ini aku merasa senang, bahwa aku suka keadaan seperti ini, ini yang aku
katakan keluarga Otoriter. Otoriter adalah Tindakan menentang kepada instansi kejam, apa
otoriternya, keluarga ini, mungkin nanti kalian akan tahu, dimana titik kejam.
………………………………………………………………………………………..
Ayahku punya motor baru, di kasih oleh Kho Abeng, motor itu Supra Seratus Lima Puluh Cc. Motor
itu bernomor plat B 1089 FRI. Motor itu tanda jasa ayahku pernah membela Toko Koh Abeng.
Ayahku tampak gagah, memakai jaket Pomdam Jaya Berwarna Merah.
Jaket itu asli, jaket itu didapatkan dari Tentara. Ayah mengantarku, aku sudah rapi, memakai dasi
dengan logo “ Tut Wuri Handayani, “ dan “ Sekolah Dasar. “ Sudah berbaris semua, guru-guru, Staff
Tata Usaha, dan petugas upacara sudah siap.
Kulihat bendera Sang Saka Merah Putih, sudah diturunkan, dinyatakan bahwa upacara akan
segera dimulai. Aku barisan paling depan, dengan senyuman. Mikrofoen bersuara Ngink, Protokol
berbicara. Pengibar bendera jalan di Tempat, pengibar bendera seorang wanita, ada tiga orang,
ditengah yang membawa bendera Sang Saka Merah Putih.
Direjen naik ke Mimbar, menghadap sambil mengalunkan tangan, Paduan Suara, membuatku
menangis, betapa merdunya dinyanyikan murid Sekolah Dasar tersebut. Setelah itu menyanyikan
lagu Padamu Negeri Khusus Dewan Guru yang bernyanyi. Dan lagu Garuda Pancasila yang di akhir
Upacara.
Aku masuk kelas, membaca dan berhitung adalah pelajaran anak kelas Satu Sekolah Dasar. Baca
pun Ini Bapa Budi, Ini Ibu Budi, Ini Budi. Dan ada namanya Budi, dia maju kedepan sambil berkata “
Aku Budi.”
Ibu guru bernama Caca Nursanti, berjilbab coklat, di ujung namanya ada gerlar S.pd yaitu (
Sarjana Pendidikan). Mengajar adalah yang aku suka, yang aku suka diajar sampai babak belur. Itu
adalah Misinya Bu guru.
Dimana perjumlahan dan pengurangan akan diajarkan, pertama-tama kita disuruh membuka
buku tulis. Buku tulisku Dari Sinar Dunia A4, Backgroundnya Sinema Kartun Dora dan tanya berwarna
Pink, dan tidak ketinggalan di Bagian Sampin terdapat Peta.
Pertambahan adalah yang ditambahakan yang ingin ditambahkan, dan pengurangan adalah
yang dikurang. Pertambahan juga harus ada tanda Plus, dan perkurangan menggunakan tanda
Minus. Itu adalah definisinya.
Anak yang paling pintar dikelas satu adalah Iqbal, dia menggunakan Tas Sinema Anak-Anak Elmo
berwarna ungu. Sepertinya aku mengenalnya, tapi aku lupa dimana yah. Tidak lama aku melihatnya
di rumahku yang baru.
Bel berbunyi Ting-Ting-Ting. dulu masih manual, menggunakan Lonceng sudah Karatan, biasa
yang membunyikan bel karatan itu satpam, satpam juga tidak menjaga didepan saja, bahkan
belakang sekolah juga di intainya juga.
Satpam itu bernama Samri, sudah tua rambutnya memutih, membawa pentongan Polisi,
memakai baju satpam, bajunya dimasukan ke celana, membawa teropong, pulpen hitam Standart di
saku bajunya. Satpam itu memang Cool.
Pulangnya aku karena ingin mengulang ketempatku berasal dari titik berasal, ke titik yang akan
datang. Pulang membawaku ilmu, ingin aku ulang masa-masa itu, tetapi aku hanya bisa
menumpahkan rinduku kedalam tulisan.
Bercahaya langit memancarkan sinar berwarna kuning, awan menghikutiku, awan berwarna
putih itu menutupi matahari membuat aku dan ibuku tidak kepanasan. Motor ibuku beAt itu
membawaku pulang dengan Kecepatan Pada Titik asal bernilai 45 Km/S (Kilometer per Sekon (jam) )
membawaku pada ilmu yang baru saja aku dapat dari Sang guru, guru yang mencerdeskan
kehidupan bangsa, Guru pahlawan tanpa tanda jasa, dan segudang ilmu.
Sampai dengan selamat Sentosa, di rumah dengan Blok C4 No.21, itu alamatku dan di depan
pintu ada tulisan itu, setiap rumah di Perumahan Yang sekarang aku tempati itu ada Nomor Bloknya.
Motor itu distandarkan, motor Matic, akan mati jika standartnya diturunkan.
Ganti baju, ibuku memasak telur mata sapi, matanya berwarna kuning, kelopaknya berwarna
putih, dipinggirnya berwarna coklat, itulah telurnya si mata sapi. Sapi adalah binatang pemakan
rumput, beranak, dan bisa bertelur juga kalau tidak percaya, silahkan saja mencoba membuat telur
mata sapinya.
Makan dan aku berdoa, semoga keluargaku selamat dari maha bahaya, dan semoga tuhan
Yesus membuat makanan ini menjadi kesehatan untuk tubuku. Dan diakhir dengan Amen. Ibuku
memang menyuruhku setiap makan berdoa, setiap tidur pun berdoa, bangun tidur berdoa, ada
masalah apapun berdoa, aku tahu itu karena ibuku pernah berkata begitu kepadaku waktu umurku
Empat Tahun.
Apa yang kau inginkan harus berdoa, dan beribadah kepadanya tuhan saja. – ibuku ( Sang
Motivator Keluarga)
Ayahku pulang dari kantor, padahal ini sudah jam Sepuluh Malam Waktu Indonesia Barat. Terdengar
suara pagar berbunyi Trink, itulah ayahku memakai baju loreng, membawa pistol, aku tidak tahu
ada pelurunya atau tidak, dan ada yang berbeda, ayahku berbicara kepada Benda itu, benda ada
antena di ujungnya.
Benda itu mengeluargkan suara dari seseorang, seperi nelpon tapi tidak menggunakan
Handphone. Aku binggung, suara it uterus terdengar aku terbangun, suara itu seperti bapak-bapak.
Setiap selesai berbicara harus ada kata GANTI.
Aku sempat bermain, benda tersebut, aku tidak bisa tidur karena suara itu orang itu berbunyi,
aku penasaran dengan benda itu, benda yang baru aku lihat dan aku segera cari tahu, aku
mengambil benda itu diam-diam.
“ Syalom “ Aku tertawa kecil.
“ Pak Samosir, “ orang itu terdengar seperti bapak-bapak.
“ Tidur ayahku, “ Aku tetap tidak berbicara ganti,
“ Kamu siapa, “ orang tersebut. Aku menjawab tetapi ayahku terbangun. Dan berkata.
“ Jangan dimaikan ya, itu keperluan ayahmu, nak. “ Ayahku dengan suara lembut.
Aku mengangguk, dan aku mulai cari tahu saja kepada ayahku, aku yakin ayahku tahu tentang
benda misterius tersebut. Benda yang bisa berbicara seperti Televesi, ada antenanya, dan bisa
mengeluarkan suara manusia.
“ Ayah, itu apa “ aku bertanya ke ayahku.
“ Ini Ht ayah” ayahku sambil mengelus rambutku, dan mengatakan bahwa itu Ht, aku
mendengarnya Hati.
“ Oh hati, “ Kataku sambil masuk ke kamar lagi, aku bersama ayahku dan ibuku dan dedek bayi
itu.
“ Tidur ya, “ ayahku di ruang tamu, tak tahu ingin apa.
Dan ternyata ayahku ingin bicara, dan berbincang dengan teman kantornya, ayahku tertawa,
seperti sedang bicarakan aku, soalnya ayahku menyebut “ Itu Anakku. “ itulah aku masih takt ahu itu
aku pikir itu HT ayah, aku akan jaga HT itu.
………………………………………………………………………………………………………………………………………
Benda itu hilang ayahku berkata “ HT ayah hilang, ayah tidak tahu dimana “ ayahku berkata seprti itu
dikamar aku tidak bisa menjawab, yahku tampak kebinggungan, bahwa aku salah, aku salah besar
kenapa aku tidak memengan benda Misterius Tersebut.
Ayah mencarinya, menimbulkan kecemasan se isi rumah, terus bolak-balik kamar, terbaring, dan
terbangun, sambil berpikir, aku melihatnya betapa pentingnya Benda Misterius Tersebut. Benda itu
hilang, dan aku membantunya mencari.
Sudah malam, tambah malam, dan akan pagi, aku tetap mencari, ayahku tertidur saja, tertidur
bagai panda besar mengorok. Terus tampak aku kesal pada hari ini, membuat ayah merasa
kehilangan Benda Misterius itu, benda yang sangat penting baginya.
Tertimbun terlaksana seorang tentara itu merasa linglung, dan akhirnya tidur, aku merasa
bersalah, sangat bersalah, bagaimana tidak salah aku, aku yang membuat benda tersebut hilang takt
ahu dimana. Dimana kamu HT, dimana.
Teseok ayahku mengigau, berkata seperti ini “ HTku, “ aku menangis melihat ayahku mengigau,
ayahku tidak mencari karena besaok pagi ada tugas dari kantor. Aku mengerti, aku saja yang
bergadang untuk mencari benda Misterius tersebut.
Aku menguap, tanpanya aku mulai ingin tidur. Tetapi aku lawan rasa ngatukku, aku lawan, jika
tidak ayahku pasti dihukum oleh Komandannya, karena benda itu takt ahu kemana. Bisakah aku
menemukannya benda itu, maka aku akan minta maaf kepada ayah.
Aku terjatuh dan lantai itu menjadi alasku untuk baring, dengan suara kecil aku mengatakan “
Ayah maafkan aku, benda itu hilang, karena aku. ” Hari itu sudah pagi, dan pagi berbunyi motor
ayahku dipanaskan, dan ayahku mandi.
Ayahu selesai mandi mendengar aku mengigau seperti itu. Aku dibangunkan, bahwa ada rutinitas
yang harus siap, bahwa aku keliling komplek seperti dulu waktu dibekasi, tetap di jalakan rutinitas
tersebut.
“ Bangun, nak “ ayahku, , memakai baju lorengnya.
“ Iya ayah “ aku mengucak-ucak mataku karena gatal.
Ibuku tampak didepan, mengedepankan the, karena ayahku suka the manis, sedikit gula, ayhku
tak perlu manisnya hidup, biarkan pahit, yang penting hidupnya harus dihadapinya, di hadapinya
walaupun rasanya tak manis.
Aku ingin meminta maaf, aku lihat memang tidak ada Benda Misterius itu di Kopel ayah. Aku ingin
berterus terang, didepan ayah dan ibu, bahwa aku yang menghilangkan HT tersebut. Tetapi aku
merasa gugup ingin membicarakan hal tersebut.
Dan aku berterus terang ke ayah didepan hadapan bunda.
“ HT ayah hilang “ aku. Menyebutkan HT itu seperti Hati.
“ HT ayah ada di ibu kamu. “ ayahku sedikit tertawa, dan ibuku tersenyum malu.
“ Bukan ayah, HT yang bisa berbicara itu, “ aku, menunduk.
“ Hati ayah pernah berbicara waktu ayah nembak ibumu dan ucapkan janji nikah waktu itu. “ aku
“ Bukan itu ayah, “ aku. Melihat ayah gombal ibuku.
“ Terus apa, “ ayahku, sambil memngikat tali sepatunya.
“ HT yang malam aku pegang. “ aku, mengerakan jariku.
“ Oh itu sudah ayah masukan tas. “ ayahku selesai ingin ajak aku keliling.
“ Terus tadi malam aku mencarinya, “ aku. Berpikir keras
“ Seperti kamu mimpi, ayolah kita keliling. “ ayahku
Berkeliling aku merasa senang, dan dingin, aku suka berdingin, bahwa dingin itu tidak panas,
cikarang kalau dingin, dingin banget, kalo panas, panas banget pokoknya. Itulah bahwa aku ternyata
mimpi.
Aku tidak tahu apa mimpi itu, yang pasti aku ingin menulisnya di BAB berikutnya.
Heheheheheh, ternyata aku mimpi, tetapi aku tidak tahu apa itu mimpi. Kiraku mimpi itu hayalan
bahwa aku sedang megarang.
Ayahku mengendarai motor, aku mengikuti ayah sedang gas aku gas, sambil berbicara Ngeng-
Ngeng-Ngeng. Aku di atas tanga ayah gas motor, kadang aku di atas spion tanggan Warna kulit
ayahku sawo matang dari pohonnya.
Selesai itu, aku pulang dan ayahku langsung berangkat kerja, ayahku pamitan dan mengendong
aku masuk rumah. Betapa harmonisnya orangtuaku, itu adalah masa-masa romantismenya
orangtuaku saling mencintai, tidak ada keributan.
Ku lanjut ke BAB berikutnya. Babnya tentang Apa itu Mimpi?
Mimpi itu hanya sebuah fiksi – Martubu Frenklyn Samosir (Penulisnya buku ini)
Ku berangkat sekolah, jika aku kesekolah maka ada guru yang akan memberi ilmu. Ilmu yang penting
dalam kehidupan sekarang, ibuku pernah berkata “ Se-kaya apapaun kamu, kalau tidak ada ilmu,
kamu akan mati kutu. “ itulah yang dikatan ibuku kala aku malas ke sekolah.
Aku malas ke sekolah karena ada kawanku yang berkata “ Berbanyak mimpi akan sakit. “ Disitu
aku tahu bahwa mimpi adalah tantangan yang besar, aku bersekolah karena aku ingin bermimpi. Aku
hanya terdiam, waktu aku tahu apa itu mimpi.
Ayahku adalah Orangtua yang pernah berkata Bahwa Mimpi itu Cita-Cita, dan ayahku pun
berkata tentang Kata-kata Insiniur Sukarno, bahwa “ Bermimpilah setinggi langit, jika kau jatuh kau
akan bersama bintang. “
“ Cita-citamu itu adalah sebuah mimpi, makanya kamu harus sekolah yang tinggi--- Setinggi-
tingginya. “ Ayahku sedang duduk di kursi nan agung, kursi itu yang selalu diduduki ayahku, kursi itu
dari kayu, bertulisan raja dibelakang kursi itu.
“ Jika aku mimpi seram apakah itu cita-citaku, “ aku, bertanya ke ayah
“ Tidak, mimpi itu masa depanmu, yah tidak mungkin dong masa depanmu seram, kaya hantu
mau “ ayahku menghadapkan kepalanya kedepan tembok.
“ Aku tidak ingin, ayah, aku ingin seperti ayah, gagah. “ Aku.
Aku sedang bersekolah, menulis yang ad dipapan tulis, berwarna hitam, dulu guru menulis
memakai kapur tulis, yah beginilah zamanku dulu, masih memakai kapur, sekolah kami tidak elit
seperti sekolah Swasta lainnya, sekolah kami hanya negeri yang dibayar oleh pemerintahan.
Aku menulis menggunakan pensil AB. Penghapus tidak ada, aku gunakan karet, kata ibuku “ Jika
tidak ada, gunakan yang ada didepanmu. “ Karet itu ada di bawah, aku tidak boleh pinjam
penghapus, aku bukannya tidak mampu membeli penghapus, tetapi aku ingin gunakan imajinasiku
menjadi berguna.
Aku ditertawakan oleh kawanku, bahwa aku menghapus menggunakan karet berwarna Coklat,
seperti itu karet dari bungkusan nasi atau apa lah. Aku ingin membuat hal sederhana adalah hal yang
paling kaya aku nikmati dengan imajinasiku sendiri.
“ Kok gunakan karet jadi penghapus, ahahhahaha. “ Kawanku, semua seisi ruangan berisik. Dan
seketika hening, ketika ibu guru berbicara.
“ Ada apa ini, “ bu caca, menuju titik permasalahaan.
“ Oh, kamu Ras, kamu itu ………….. “
Dikira aku ibu guru ingin memahariku, ternyata ibu guru memujiku, bahwa aku Kreatif, sangat
kreatif sekali, semua kawan-kawanku terdiam dan mulai menulis, ibu guru caca melihat bahwa aku
adalah seorang Kreatif.
“ Seharusnya kalian contoh si Horas, bahwa dia Kreatif……..”
Ibu guru kembali ke tempat asalnya tadi. Betapa harunya aku dipuji dengan gelar Sarjana
Pendidikan tersebut, jika aku bangga, aku bangga dengan ibuku, sang motivator yang aku banggakan
di keluargaku, betapa sanjungnya aku, bahwa apa yang dikatakan ibuku itu ingin membuat aku
menjadi manusia yang Kreatif.
…………………………………………………….
Cita-cita, itu yang ada di papan tulis. Ibu guru menulis, “ Bermimpilah sampai tuhan memeluk-
mimpi-mimpimu, “ Itu adalah kata Mutiara dari Andera Hirata sang penulis novel yang aku suka di
Indonesia bahkan se-dunia. Bahwa yang dikatakan ibu guru itu dari kata-kata sang penulis novel
Andera hirata.
Ibu sudah punya cita-cita, menerangkan di depan anak-anak. Cita-cita itu yang kalian ingin di
masa depan kalai, seperti penyanyi, guru, pilot, dan apapum itu yang mengendepankan profesi
kalian. Sepertinya ini pelajaran kelas Tiga dan kelas Empat deh, tetepi memang benar waktu itu
mengatakan bahwa bu guru pernah berkata begitu.
Aku baru kelas Dua disitu, aku ingat lagi iya aku disitu sudah duduk di kelas dua Sekolah Dasar.
Tahun Dua Ribu Sembilan. Aku sedikit mengulang tapi ada rasa lupa dibaliknya. Hehehehehe
namanya juga manusia, ingin mengatakan fakta pasti ada lupa diantaranya tidak ingat.
…………………………………………………….
Ayahku tidak datang karena harus jaga di Toko Koa Beng, itu adalah sampingan ayahku seperti yang
sudah aku katakan di bab yang lalu. Ayahku senang melihat nilai rapotku, dimana ayahku ingin
membuat senang aku.
Kita jalan-jalan, keliling perumahan, disitu aku seru, pagi buta ayahku memakai celana Boxer,
memakai sepatu Pomdam Jaya, sepatu itu yang punya hanya Tentara saja. Ayahku cepat sekali,
menarik gasnya.
“ Ayo, nak cepat. “ Aku bergegas menghampiri ayahku, sekuat dekapan.
Aku dan ayahku sedang lari pagi, dimana aku harus kuat lari itu yang ingin ayahku. Ayahku
memang keras, aku tahu itu, bahwa tentara tidak ada yang lemah. Jika ada tentara yang lemah,
mungkin dia menjadi tentara karena suap.
Aku bukan memuji ayahku, memang ayahku gagah, kuat. Berkeringat sekali ayahku, ayahku dan
aku selesai lari pagi yang disebut Jogging, ayahku langsung memninta ibuku air panas. Ibuku datang
membawa air yang sangat panas sekali, aku melihatnya karena asap yang keluar dari cangkir itu
menimbulkan asap seperti asap rokok.
Minumnya juga tidak karuan, sekali tenggak langsung habis minuman yang ada di cangkir
tersebut. Rebahan di lantai, ayahku menyuruh rebahan di lantai, katanya “ Biar tidak Varises, “
“ Iya Varises, “ ayahku menghadap kea tap berwarna putih
“ Apa itu Varises, ayah “ aku sudah terlentang, arah muka berubah.
“ Varises itu urat berwarna ijo yang ada di dalam seluruh kulit. “ ayahku menggengam jarinya
“ Oh, “ aku, binggung apa yang dikatakan ayahku, yang terpenting, aku tahu semua apa itu
Bermimpi dan Cita-cita.
Obrolan kecil dulu, yang aku ingin, tertawa, ayahku bisa menghiburkan diri, karena ayahku
dulu sering di Lapo, lapo itu yang dibekasi. Menghiburkannya dengan Petikan Gitar, baginya gitar
bisa membuat perasaan akan pulih.
Gitar itu yang dipinjam ayahku dari perkumpulan anak muda di pos ronda. Gitar itu membuat
aku bergoyang dan benyanyi. Ayahku punya suara yang Khas, serak-serak basah, syahdu
didengarkannya. Dan ibuku pun ikut bernyanyi lagu mereka dulu waktu Pedekatan dulu.
Dan aku ingin ke BAB selanjutnya dimana ibuku romantismenya dulu, aku menceritakannya
dengan sebaik-baiknya, tidak ada maksudku menuli menyingung unsur SARA. Yah ini lah aku menulis
apa adanya, rekaman cerita yang pernah aku alami, itulah yang aku tulis. Sederhana adalah
menjawab dari kekayaan yang kita punyai.
“ Gitar adalah sebagian dari pada Kehidupan “ – Martubu Frenklyn Samosir (
Sang penulis Buku ini )
Gitar sebagian dari kehidupanku, sekarang aku bisa bermain gitar, menciptakan lagu, karena ayahku
yang mengajarkan. Itulah ayahku dibilang seniman bukan, tetapi ayahku hanya mencintai musik,
baginya musik itu alunan persamaan perasaan. Jika persaannya senang lagunya senang, kalau saja
perasaan sedih lagunya yang membuat happy.
Aku ucapkan ke ayah yang tidak ada lagi dalam kehidupanku, karena pertengkaran belum
dimulai, pertengkaran dimulai diwaktu aku Sekolah Menengah Pertama. Pokoknya awal-awalku
masuk Kelas Tujuh.
Jika ada ayah, aku sudah membuat lagu untuk rindunya aku kepada ayah, jika ada yang ingin
dengar, sepertinya tidak ada, karena ibuku belum bisa memafkan ayahku, karena ayahku begitu
kejam kepada ibuku.
Ini belum di puncak permasalahan, ini masih dalam cerita yang Bahagia, diaman kebahagian itu
timbul karena bersamaan, jika kebahagiaan ada yang jual, maka kebahagiannya itu hanya bernilai.
Jika kebahagiannya ditukar dengan uang, maka uang adalah mata-mata kebahagiaan.
………………………………………….
Lagu yang di petik oleh ayahku adalah lagu Kemesaraan Iwan Fals, lagu itu adalah lagu masa lalu
orangtuaku pacarana, dimana lagu itu dipetik dengan jiwanya ayah seorang musisi, suaranya yang
serak-serak basah itu pun di nyanyikan dengan sepenuh hatinya.
Ibuku ikut bernyanyi, disamping si ayah. Betapa mesranya orangtuaku. Suatu hari dikala kita
duduk di tepi pantai. Memang Latarnya itu di pantai, diambon, lanjut bernyanyi, dan memandang
ombak dilautan yang kian menepi, memang di pantai ada obak, burung camar, terbang memain
didaunnya air, suara ala mini hangtakan jiwa kita.
Dibagian Reff, Kemesaraan ini jangan lah cepat berlalu, ayahku yang bernyanyi. Kemesraan ini
inginku kenang selalu, Ibuku bergantian bernyanyi. Hatiku damai, jiwaku tentram disampingmu,
hatiku damai, jiwaku tentram bersamammu, kalau yang ini barengan nyanyinya.
Betapa ayahku Flashback, menceritakannya bahwa memang tempatnya lagi di pantai, jadi
nyanyi lagu ini deh, saut ayahku.
Ibuku kembali ke kamar, karena dedek bayi terbangun, karena ayah dan ibuku bernyanyi
seperti anang dan krisdayanti, dimana duet pasangan paling romantismenya dulu. Heheheheheh
ayahku ingin kembali ke masa mudanya, dimana masa muda adalah masa-masanya harus kita
gunakan dengan romantisme-romantisme pokoknya.
Kembali ke ayahku, sedang mencari lagu atau apa, ayahku benyanyi, mencari kunci dan , ayah
sedang mengarang lagu, lagu itu berisi tentang ayah masih pacarana dulu. Dimana ibuku dikamar
masih ingat lagu yang pernah dicipta oleh ayahku itu.
Ibuku kembali ke tempat dimana ibuku bernyanyi tersebut. Dibagian reff, sangat syahdu,
dimana lagu itu enak didengar, dan liriknya pun begitu Khas, dimana ayahku dulu sepertiku sekarang
dimana ayahku membuat puisi, kata ibuku. Puisi yang masih ibu ingat katanya seperti ini.
Aku selalu ada dimana pun kamu berada,
Diantara daun yang layu, aku pun akan mekar kembali.
Fatamorgana adalah fana dan morgen adalah pagi. ( Aku tertawa bahwa morgen itu Bahasa Jerman,
yaitu artinya ucapan selamat pagi).
Api-api terbakar jiwaku, aku ingin kamu selalu ada hatiku.
Itulah yang diucapkan ibuku, puisi itu selalu didingat ibuku. Betapa bagus sekali puisi itu,
hehehehe, ayahku ternyata humoris juga. Ayahku tertawa, cekikikan.
“ Yah, ma. Masih ingat. “ ayahku, seketika gitar yang dipetik dihentikan sementara.
Ibuku terdiam, ayahku menyanyikan lagu jaman dulunya, dimana lagu tahun 90’s. Lagu keemas
an musisi Indonesia ditahun 90’s. Ayah pernah berkata “ Lagu yang enak didengar itu lagu dulu, beda
sama sekarang, dimana musisi sekarang mencari Hepeng. “ itu adalah kata-kata ayahku sambil
berkata ke aku. Hepeng adalah Bahasa batak artinya uang.
“ Kau, kalau ingin membuahkan suatu karya, jangan memikirkan uang ya, ras “ ayah tak
menyentuh senar sedikit pun.
“ Ayahku pernah ingin menjadi musisi, tetapi ayahku sudah jadi tentara duluan “ Ayahku
berbicara sambil petik senar.
Itulah ayahku sang humoris, dan ayah yang hebat, ayah yang hari-hariku membuat aku
tertawa dan sanggung.
Jika pemerintahan tertinggi itulah ayahku, punya kedudukan kepala rumah tangga yang
sedang meracik candaan-candaan yang apik.
Seumur hidupku aku sangat Bahagia, melewati batas, sampai tidak dikontrol.
– Martubu Frenklyn Samosi (Si penulis Buku Ini)
Ayahku iya dia ayahku, jago membuat aku tertawa, dimana ayahku juga jago hitung-hitungan.
Dimana aku ada pekerjaan rumah, aku tanya kepada ayahku, biasanya aku tanya ke ibu. Karena ibu
repot mengurus dedek bayi, makanya aku tanya ke ayah saja.
Ayah tampak sedang membaca buku hukum Polisi Militer berwarna Hijau, dimana itu adalah
buku pedoman seoarang Militer. Ayahku tampak serius membaca, aku menunggunya ganti lembaran
baru, semenit, dua menit, dan akhirnya tiga menit itu aku menunggu lembaran baru buku Pedoman
Polisi Militer tersebut menganti lembara baru.
“ Ayah, ajarin aku perhitungan dong “ aku, Mengemgam buku paket dari sekolah, buku
paket itu aku selipkan buku tulis.
“ Mana soalnya, Has. “ Ayahku, meletakan buku pedoman Militer tersebut ke rak Buku.
Waktu itu matematika dengan Pengoprasian Asosiatif, dimana itu membingungkan aku,
ayahku mengajarkanku di lantai, lantai itu berwarna putih, bahwa ada hal baru di hidupku, bahwa
lantai bisa mengajarku.
Dengan pensil AB tersebut, dapat aku sadari, bahwa ayahku selain Kreatif, ayahku juga pintar
di bidang matematika. Seperti hidupku penuh dengan pengetahuan yang unik dari ayah, ibu.
Bercampur aduk didalam ceritaku.
Sambil memperlihatkan tulisannya, aku memeperhatikan perkataan-perkataan yang unik,
ayahku tidak ingin yang dikerjakan dia saja, tetapi aku harus bisa mengerjakaan. Aku tahu mengapa
ayah lakukan itu kepadaku, supaya aku bisa mengerjakannya sendiri.
“ Kamu, kerjakan sendiri yah…..” Mengambil buku Pedoman tersebut, dan aku mulai
mengerjakan nomor dua, dimana yang di corat-coret ayahku di lantai, ada caranya yang sangat
khusus.
Aku menghikuti caranya, nomor dua ini masih belum selesai, aku terus sampai selesai, dan
aku yakin bahwa yang diajarkan ayahku tadi bisa aku lakukan. Seseorang yang cemerlang punya cara
mengerjakan yang berbeda, dimana ayahku bisa membuat aku langsung mengerti, tetapi apa yang
ibu guru terangkan di depan tidak ada hasilnya.
Aku bukannya membeda-bedakan ayahku dan bu guru, tetapi disini aku mencari kebenaran,
dimana waktu yang di Erat, pasti akan saling menarik ruang. Ayahku jurustik menjaga keamanan itu
membuat aku lancar sampai selesai.
Aku memberikan jawanku ke ayah, dan diperiksa, satu per satu, melotot, dan sambil
menerka di lantai, tanpa melihat, matanya arah ke buku, tangannya yang sedang mengira-ngira,
dikira ayahku aku akan menerima kesalahan.
Tetapi itu semua, tidak. Bahwa aku mengerjakaannya dengan teliti, tanpa satu pun
kesalahan. Itu ayahku membuat hari-hariku ada yang baru di setiapnya, tidak mainan baru, tetapi,
cerita yang baru yang aku tunggu-tunggu dari ide-idenya.
Aku menunggu lawakan sang ayah, tetapi tidak ada, karena ayah sedang serius mengeluti
ilmu hukum Militer, buku itu berwarna hijau ukuran kertas A4, seperti buku paket pelajaran
bukunya, buku itu sudah berulang-ualng ayahku hatamkan. Tetapi ayahku terus membacanya,
karena ayahku seorang Polisi Militer, masa tidak tahu hukum Tentara Negara Indonesia, memang
betul Polisi Militer Seperti Polisinya Tentara. Dimana Polisi Militer yang bisa menghukum jika terlibat
Tentara, Itulah tugasnya Polisi Militer.
lawakan ayahku tidak ada, aku hanya menunggu lawakan dari ayah, dimana sifat humoris
ayah sekarang, apakah ayah ingin mengeluti hukum Militer tersebut, tetapi itu urusannya, yang
terpenting ia tidak melanggar hukum yang ada di Indonesia.
Dan semua itu membuat aku takjub, dimana ayahku akan dinaikan Pangkat ke Serma
(Sersan Mayor.) Dimana Tesnya harus tahu segala hukum Militer, fisik, dan kesehatan. Ayahku akan
naik pangkat.
Serta akan membuat hajatan. Hajatan adalah acaran selamatan. Selamatan bahwa ayahku
naik pangkat, ternyata naik pankat tidak semudah yang aku kira, dikiraku, naik pangkat setahun
sekali, ternyata setiap Empat Tahun sekali, seperti tahu Kabisat, dimana timbulnya Tanggal Dua
Puluh Sembilan Setiap Empat Tahun Sekali.
Dan ibuku dandan, karena ini akan memakai baju Persit (Persatuan Ibu-ibu Tentara),
berwarna hijau muda, dan ayahku memakai baju Baju dinasnya berwarna hijau muda juga, aku tidak
di ikut sertakan foto, karena bukan foto Keluarga.
“ Matematika penuh dengan rumus-rumus, ayahku si misterius “ -
Martubu Frenklyn Samosir (Si penulis Buku Ini)
Ayah merahasiakan ini semua, tentang ayah naik pangkat. Dimana waktu ayah Jogging bersamaku, di
pagi buta. Ayahku tampak berkeringat, karena ayah berlari lebih dari Tiga Puluh Kilometer, hanya
keliling perumahan Dua Kali saja sudah Tiga Puluh Kilometer. Segitulah luas perumahan kodam
perkiraanku.
Latihan yang gigih, ternyata itu semu ingin didapatkan untuk naik pangkat. Dengan ini ayahku
terus berlari, aku menunggu ayah di Pos Ronda. Hanya Sepuluh Menit, Tiga Kilometer itu
dilampauinya. Sudah berlari, di pos Ronda tersebut ada alat mengangkat tubuh, itu adalah Pull Up.
Bisa lebih dari Sepuluh ayahku Pull Up.
Banyak sekali motor lalu Lalang, mobil sedan, pemilik pangkat letnan ke atas, jika sudah menjadi
letnan ke atas, hidupna sudah enak, karena gaji yang di dapat lumayan dapat lebih. Tak perlu seduh
sedan ayah, jika pangkat mengangkat derajat manusia, mengapa di pangkatkan, kenapa tidak di
fartorialkan.
Sudah banyak pangkat-pangkat yang aku dapati, jika pangkat itu dikali, maka dikalinya karena
ada pangkat, dan pangkat suatu yang bisa mengangkat manusia dari angkat derajat keluarga, angkat
besi, ayah sedang angkat besi, buka besi sih, tetapi Barbel beratnya sekitar Lima Kilogram.
Aku mencoba mengangkat, tidak bisa, malah barbel itu tidak mau di angkat olehku, memang
aku masih kecil sekali, mana mungkin aku bisa mengangkat Barbel itu berwarna Silver, itu punya
kawan ayah yang dulu pernah berjuan bersama-sama di Pendidikan dulu.
Kawan ayah tidak lulus di tahun dimana ayahku masuk, yang masuk ayah dengar-dengar
ayahku sudah terlatih dari dulu waktu di Medan. Dimana ia disana ke sawah, mengerjakan sawah
orang, dan membantu kakek di sawah.
Itulah ayahku, dimana menjadi tentara adalah hal yang bukan hanya sebuah cita-cita, tetapi itu
adalah melebihi cita yang ingin di cipta. Sesi pengambilan Cendra Mata dari pusat kantor Pomdam
Jaya di Cijantung.
Dimana ibuku sudah sangat cantik sekali, rambutnya di salon, mukanya penuh dengan Make
Up, ayahku seperti biasa saja, mukanya masih berwarna sawo matang. Ayahku itu seperti orang asli
Papua, hitam, aku sedang tidak mengolok-olok tentang unsur warna kulit, memang itu ciri-ciri
ayahku.
Kembali dimana ayahku Rental mobil, mobil itu bernomor Plat B 3409 FED, mobil itu kijang
kapsul, yang sekarang kijang Inova, tahun Dua Ribu Tiga, mobil itu Merk Toyota. Aku tidak ikut
karena sekolah, yang dibawa hanya dedek bayi.
Seharunya aku ikut, karena waktu itu ada waktu sekolah, yah jadi aku berdiam diri di rumah
sendirian. Penuh dengan kekosongan, kekosongan hanya diriku sendiri dirumah. Mendengarkan lagu
yang sering ibuku nyanyikan dikamar mandi, lagu batak pokoknya.
Lagu itu membuat hari-hari tidak kosong, kekosongan kekuasaan, keluargaku tidak ada kepala
rumah tangga, dan tidak ada ibu rumah tangga, dimana kekuasaanya sementara aku yang ambil ahli,
untuk menjaga rumah ini.
………………………………………………………………………….
Ada suara klakson mobil, Tot di depan gerbang. Suara yang masuk dalam gendang siput telingaku,
terngiang-ngiang aku ingin jumpa ayah dengan kenaikan pangkat. Baru ini aku melihat ayah naik
pangkat dalam hidupku.
Suara pagar di buka berbunyi Krusk, suara gesekan roda dan rel pagar saling bersentuhan, aku
melihat ayah betapa senangnya ia, mukanya selalu senyum, yah senyum ibu pun sama, tersenyum,
betapa murahnya senyum mereka berdua.
“ Horas, “ Ayahku. Setelah aku membuka pintu yang aku Bloktase
“ Iya ayah, “ aku, Dikiraku ayah menyebutkan horas memanggilku, ternyata tidak. Horas
adalah Bahasa batak yaitu diterjemakan kedalam Bahasa Indonesia seperti ucapkan salam.
Ketukan pintu di ambang, menimbulkan suara Tok-Tok-Tok, siapa lagi itu kalau bukan ayahku
yang mengetuk. Suara hati sudah terdengar, bahwa hari ini ayah dinaikan pangkat oleh komanadan
berpangkat Kapten.
Medali berwarna keemasan, ukiran lambang Kesatuan Polisi Militer. Medali itu memakai tali
hijau, bertulisan, selamat dan berbahagia disekeliling talinya. Betapa harunya aku mendengarkan
ayahku bercerita, mari kita bercerita, tentang cerita ayahku.
Di ruang tamu, menceritakan semua bahwa pangkat tidak penting, “ ayah senang, karena ini
hasil perjuangan ayah yang tidak sia-sia, tetapi sama saja pangkat tidak penting. Pangkat hanya
suatu naiknya derajat. Semua pasti bisa terangkat karena derajatnya. “ Ayahku. Aku terpojok dalam
alunan tempo ucapan ayang yang Ba Bi Bu, membuat semuanya dibunuh, bisa yang diucapkan
begitu mewah aku tersedu Sedan.
Kalau saja tidak hidup saat ini, aku tidak bisa melihat dunia, melihat ayah, melihat ibu, melihat
adik bayi, melihat ayahku memakai baju lorengnya, melihat ada yang menderita, mendengarkan
suara tangisan, iya tangisan. Sebentar aku belum sampai kesana, dimana Tangisan itu tangisan
berlian ditimbun Timah yang tidak seberapa mahalnya.
Ayahku melihat Piagam Tentara Nasional Indonesia, aku melihatnya bahwa ada tulisan tanda
tanggan Presiden Susilo Bambang Yudhono presiden ke-enam Republik Indonesia. Piagam itu
membuat aku tersontak, bahwa ada ucapan dari Pak Presiden Indonesia, seperti ini “ Terima Kasih,
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia.) Harga mati.
Ayahku hanya tersenyum, baginya tersenyum itu merdeka, Bebas dan Universal. Dan bagi ayah
juga “ Piagam, penghargaan, itu akan di pajang. Piagam juga adalah kenangan yang Panjang, kita bisa
mendapatkan kemenangan, jika kita ingin mendapatkan kemenangan, dan penghargaan, kita harus
berjuang. “ Ayahku Adalah orangtua pria.
Hujan adalah air mata dari Tuhan – Martubu Frenklyn Samosir (Si penulis Buku ini)
Hujan adalah tetesan air mata tuhan, hujan menunjukan bahwa kita harus waspada, jika tuhan ingin
menamatkan kita semua manusia yang ada di bumi. Habis kita membilas, dihabiskan kita di gilasnya.
Aku naik kelas Tiga. Kelas tiga dari kelas Dua aku juara Satu. Satu-satunya aku yang membuat Bahwa
luber itu kebanyakan air.
Waktu itu belajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Tentang petinggi-petinggi di
Indonesia. Waktu itu ada singkatan KPU itu adalaha Komisi Pemilihan Umum, MPR ( Musyawarah
Perwakilan Rakyat), pokoknya tentang singkatan seperti itu.
Masuk bu guru yang baru, membawa buku Kewarganegaraan kelas Tiga. Betapa pentingnya
pelajaran kewarganegaraan, bahwa saya dan kalian penting mempelajari di usia masih anak-anak.
Kewarganegaraan adalah kita, dan kita adalah warna negara Indonesia.
Soal LUBER itu adalah Langsung Umum Bebas Rahasia, tetapi aku menjawabnya bahwa luber
itu air yang melebihi berat suatu benda. Itu Bahasa Cikarang, aku sampai sekarang tahu bahwa
Bahasa cikarang adalah setengah Bahasa sunda, setengahnya Bahasa Betawi.
Ibu pernah kuliah tentang sosial, berhubungan juga dengan kewarganegaraan. Ibu guru
menyampaikan Tentang LUBER tersebut. Bahwa LUBER yang di sampaikan oleh aku di depan kelas,
seperti candaan, padahal aku sedang tidak bercanda, bahwa aku menyatakan benar bahwa LUBER
itu di Cikarang adalah kelebihan air.
Aku masuk ruang guru, di bangku itu ada nama guru baru tersebut, bu gur itu bernama
Susiyanti dengan gelar S.pd (Sarjana Pendidikan). Bu Susiyanti menyuruhku, datangkan ibu, dan aku
menjawab dengan tegas.
“ Memang, ada apa bu guru. “ Aku. Suaranya setengah besar dari biasa aku
berbicara.
“ Pokoknya besok pagi, datangkan ibumu, karena ibu ada urusan. “ Bu Susi. Bu Susi
memakai baju coklat PNS (Pegawai Negeri Sipil), dengan Jilbab berwarna putih polos. Memakai Kaca
Mata, mukanya Kriput sepertinya guru itu adalah guru yang sudah tua.
Sekarang tidak perlu aku di antar dan dijemput, mulai hari ini aku bersama Iqbal. Iqbal ini
ternyata tetangaan dekat hanya Lima Rumah dari rumahku. Naik angkot Lima puluh Dua, dengan
nomor Platnya B 4311 FRO, nomor plat B memiliki batas ( B adalah huruf menunjukan bahwa daerah
Ibukota, dan sekitarnya. Dan Setiap Kabupaten Huruf Seperti di sebelah angka-angka F adalah huruf
di kabupaten Bekasi di Nomor Seri atau nomor Plat.
“ Kiri, “ Aku menyatakan bahwa aku ingin turun. Aku dan Iqbal turun dari ankot dan
membayar uang Seribu Rupiah. Dahulu bensin masih murah, bensin Premium misalnya, Harganya
Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. Solar saja Tiga Ribu Rupiah Saja.
Berjalan dengan tulisan Perumahan Graha Bhakti Kodam Jaya, gapura itu diwarnai dengan
menggunakan Cat warna hijau dan hitam, itu adalah Loreng. Melewati jalanan yang rusak, samping
kiriku sawah, dan samping kananku pun sawah, betapa Asrinya dulu Perumaha itu.
Sesampai di rumah lebih dulu aku, langsung aku membuka sepatu, sepatuku dulu NB (New
Basket), warnanya hitam putih, logonya hanya bertulisan huruf NB saja, mengantikan baju sekolah,
dan mulai mencerikatakan di sekolah, diruang tamu ibu berada, segera aku menghampirinya.
“ Bu, ada pesan dari Bu Susi, “
“ Pesan apa rupanya nak. “ ibuku, menampakan muka yang heran, termakan
omonganku, menurut ibu pasti ini sangat serius, jika terimanya.
Aku menceritakannya semua kejadian itu, kejadian yang menurutku aku sangat salah.
Sedikit ada rasa kecewa ibuku, bahwa ibu akan menghampiri Bu Susi besok pagi. Ibu pasti membela
yang benar, ibu masih memaklumkan aku, karena aku masih anak-anak. Lepas dengan imajinasinya,
lolos dari kejaran Fiksi.
……………………………………………………………………………………………..
Pagi itu turun hujan, gerimis saja. Gerimis itu menandakan akan ada kejadian yang menurutku itu
peperangan Opini. Guru-Guru Indonesia, insani, memujudkan untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut mencerdaskan Kehidupan dunia.
Kepercayaanku terhadap Moto Guru Seluruh Indonesia, Habis Terbit akan tengelam,
menerbitkan akan di tengelamkan. Seperti aku menulis buku hanya ingin berkarya, tanpa karya aku
tidak bisa menyampaikan suaraku, jika aku tidak berkarya, maka hidupku tidak bersuara.
Ibu tampak semangat Empat Lima rapi sekali ibuku nih, memakai baju lamanya waktu kuliah
dulu, baju itu tidak ada lagi model di tahun sekarang ini. Baju itu adalah penuh dengan kenangan
manis, baju itu tidak membuat ibuku malu akan kehidupan ini.
Jika dahulu ada yang masuk ke ruang guru, itu adalah anak-anak yang nakal, dan sampai
orangtuannya datang kemungkinan akan dikeluarkan secara terhormat. Kawanku heran, ketika dari
kaca mengintip, ada yang berada di luar kelas.
Aku masuk dan mengucapkan “ Selamat Pagi, “ itu adalah ucapanku setiap masuk ke kelas.
Kadang aku terlambat, mengucapkan “ Selamat Kesiangan. “ Aku pernah terlambat, karena angkot
mogok, menyuruh di oper ke belakang. Angkot Dua Puluh Lima memang sangat jarang, sangat jarang
sekali. Bahkan angkot itu hanya ada Enam Mobil saja. Jadi itulah kenapa aku terlambat.
Melihat ke ruang guru, ibuku mengetuk pintu, ini dia ibuku yang pernah mengajar di Ambon
dulu, berhadapat langsung dengan guru. Jadi ini pertarungan sengi tantara Indonesia Versus
Malaysia Di cabang olahraga Sepak Bola. Dimana Indonesia selalu kalah di partai Final.
Hari ini Ibuku dan Bu Susi, akan melakukan adu penalty, seperti argument yang dilontarkan
ibuku akan di lawan ibuku, ibu dan bu susi sampai adu penalty, karena sama-sama kuat argument
dan pedapatnya.
Ini adalah Final, aku ada disini, jikalau aku di keluarkan, aku akan mengucapkan, sampai nanti
dan kita akan reuni. Reuni adalah ilusi mengulang kembalinya massa dikali sampai nanti. Jadi Reuni
itu Hoax dikehidupanku.
Istirahat, bel itu di bunyikan penjaga sekolah yang tua itu. Aku langsung menuju TKP, dimana
ibuku tadi berada, dan ternyata ibku sudah tidak ada. Aku masuk kelas, maju kedepan, dan
mengucapkan sampai nanti. Seisi ruangan kosong, aku hanya percobaan saja.
Bel berbunyi menandakan istirahat telah selesai. Semua kawanku masuk, Iqbal yang selalu ada
disampingku, karena aku sebangku dengannya. Iqbal yang pertama kali ku ucapkan selamat tinggal.
Iqbal sudah tahu tentang aku, karena aku menceritakannya pas di angkot.
“ Jangan lupakan aku, “ Aku saling bersalaman dan saling menatap muka. Padahal
aku sudah berkata “ Kiri “ heheheheheh, abangnya marah karena lama kita turun, sebabnya bunyi
klakson berbunyi di belakang, sedikit berhenti akan mengakibatkan berhenti selamanya.
Ku ucapkan di depan kelas, aku mengeluarkan kata-kata pedas “ Aku tidak akan merasa
bersalah, jika aku memang benar.” Kata-kata itu jika di dengar bu Susi akan merasakan bahwa yang
aku buat kata-kata it uke Bu Susi.
Aku sedang ucapkan selamat, ibu wali kelasku datang, lewat pintu, tidak ada yang
menyadari wali kelas berjalan ke kelas, karena semua kawan-kawanku semuanya tertunjuk padaku,
arah matanya pas dihadapanku, pancaran dirinya di sebelah utara.
Wali kelas itu akan segera aku ceritakan dengan kongkrit di Bab selanjutnya, jangan
melewati bab selanjutnya, karena bab selanjutnya akan menentukan dimana aku berada, dan
bagaimana aku berasal dan salah.
Semoga kalian masih bisa membaca, dan ketika kalian membaca Bab ini dengan cermat. Dan
bab selanjutkan akan ku tulis secara ekslusif tidak fiktif. Jika aku berfiktif mungkin aku berfikir aku
akan iktiar.
“ Aku tidak merasa bersalah, jika aku memang benar ” (Si Penulis Buku Ini)
Peringatan: Danger
Semoga ini tidak terjadi lagi dalam hidupku di bumi, atau diangkasa. Firasadku adalah
Bahasa isyarat yang belum pernah di Istirahatkannya oleh Fira dan Sadku.
Guru baru itu adalah wali kelas tiga. Bu susi, guru tertua di Sekolah Dasar yang aku tuntut ilmu di
Cikarang Timur. Mengapa aku menentang guru, karena waktu pertama kali masuk, Bu susi menyuruh
anak-anaknya memaikan imajinasi kita. Ini memang bukan mata pelajaran seni budaya, ini pelajaran
kewarganegaraan.
Jika kau tahu aku tidak merasa bersalah, karena Bu susi menyatakan hal tersebut waktu awal
masuk ajaran baru. Sekali lagi di hari kedua pelajaran juga aku terlambat karena di opernya ke
angkot lain.
Memang ini salahku, kenapa aku tidak berjalan saja, padahal aku kuat. Waktu itu kalau aku ke
sekolah berkeringat, pasti seruangan kebauan. Mengapa tidak, karena di pagi hari aku sudah mandi
ber-ember-ember.
Seperti di Bab sebelumnya, bahwa aku dihari pertama, selalu perkenalan, padahal anak-
anaknya itu-itu saja, memang setiap ganti kelas, wali kelasnya tidak selalu itu saja, misalnya bu Cucu,
wali kelas satu dan dua, tetapi tidak mewalikan kelas tiga.
Terlambat, karena mobil itu lama datang dan di pelan-pelankan, angkot itu memang sedang
mencari penumpang. Kadang di klakson setiap ada di depannya berdiri. Angkot itu aslinya mobil
Carry, Merek Suzuki. Mobil angkot ada dua jenis di Cikarang, mobil carry dan Kijang kapsul.
Ketar-ketir karena baru ini aku terlambat ke sekolah, aku tidak ingin pulang kerumah, karena
kalau aku balik kerumah, aku akan di marahi ibu. Itu pasti walaupun aku belum pernah coba.
Kepastian akan timbul karena ada kebenaran. Kebenaran akan muncul jika tidak ada kesalahan yang
fatal.
……………………………………………………………………………….
Masuk gerbang sekolah, sekolah sudah sepi tinggal pedagang makanan dan mainan di kantin. Dan
para ibu-ibu menunggu anaknya di baliknya pintu kelas satu sekolah dasar. Melewati raung kelas
satu, dua terdengar suara guru-guru mengajar, berbeda dengan kelas satu, terdengar suara berisikan
anak kecil.
Kelas dua, aku mendengar guru mengajarkan pelajaran matematika. Hanya matematika dasar,
dasarnya, bisa menjumlahkan, mengurangkan, dikalikan, dan dibagikan. Itulah dasar-dasar
matematika. Itulah kenapa ada Sekolah Dasar ilmu dasar didalamnya, hal terdasar apapun,
ditempatkannya di sekolah dasar.
Selangkah menuju kelas tiga, ingin mengetuk, aku gugup, rasa takutku menghantuiku dalam
ketakutan yang begitu tajam. Suara bu Susi terdengar sedang mengabsen, seperti aku telat baru Dua
Puluh Menit.
Aku ketuk kusen pintu, dan aku membuat para kawanku tertawa, dan Bu susi pun sama, rasanya
bu susi ditahannya didalam ruangan.
“ Selamat Kesiangan untuk aku karena terlambat, “ Aku mengatakannya sambil
berjalan
ke arah Bu susi Berasal, bu susi di depan paling pojok disamping kiri papan tulis.
“ Ahahahahah, “ Kawan-kwanku, aku melihat Bu susi menahan ingin tertawa.
Bu susi keluar, dan aku tak sengaja kebelet pipis, aku melihat bu Susi mengangkat tangannya
ke muka, dan disitu ada hal yang membuat aku ingin lepas tawaku, ibu susi tertawa sampai se-isi
sekolah terdengar, betapa hebatnya bu Susi bisa membuat satu sekolah mendengarkan suaranya
yang besar karena tertawa. Aku tahu jika bu Susi tertawa di kelas, pelajaran akan tidak fokus, karena
guru itu Guguh dan tiru, jika gurunya saja tertawa, apalagi anak muridnya, pasti ruangan bising,
membuat telinga satu sama lain tuli, karena tertawa begitu lepas akan membuat ketulian telinga
kanan dan kiri masing-masing manusia yang berada diruangan.
………………………………….
Setengah jam lagi seluruh murid akan mendengarkan bel sekolah, menandakan pulang ke
rumah masing-masing. Pulang adalah mengulang ke tempat dimana aku di titik berasal. Dan pergi
adalah ruang yang di curi titik asal ke titik tujuan.
Berada di di tekan, aku tidak melihat sedikit pun yang di ajarkan oleh Bu Susi, karena percuma
saja aku tidak bisa Fokus. Pikiranku bagaimana kalau aku di keluarkan, ini pasti rahasia antara Bu susi
dan ibuku.
Rahasia adalah di rahmat si manusia. Di rahmatnya untuk tidak membuka Image, yang di ingin
Bu susi hanya mengobrol Empat Mata, jika ini terakhir, maka diakhir ini aku akan mengucapkan
ikhiarku secara berpikir.
Bu susi, tidak memberi tahu tentang apa yang terjadi tentangku, bel sekolah berbunyi,
dimana anak-anak keluar dari BUI, Bui adalah kurungan dengan sekapan besi. Tetapi Bui yang aku
katakana adalah Kurungan dari bangunan penuh dengan ilmu di dalamnya.
Melihat semuanya dan mengucapkan Assalammualaikum’Wr.Wb, itu adalah ucapan di akhir
baca doa pulang. Aku menghargai seluruh agama, Agama bersifat bebas memeluknya. Agama yang
paling penting, karena agama belajar keimanan, agama yang paling penting di dunia yang harus di
pelajari.
Keluar sekolah, melihat murid-murid keluar, ada yang naik angkot bersama orangtuanya,
ada yang di jemput naik motor bersama orangtuannya. Aku menunggu angkot, jam Dua Belas Tepat
Waktu Indonesia Barat, angkot yang paling cepat datang, karena tahu bahwa anak-anak sekolah
berpulangan.
Sekarang aku tidak bersama Iqbal. Aku bersama kawan kelasku juga tetapi perempuan
rumahnya satu perumahan, tetapi rumahnya di paling ujung. Ia adalah Annisa, sholeha, pintar, dan
baik. Dia suka lagu Ebiet G Ade, lagu favoritnya Titipan Rindu Untuk Ayah, lagu itu yang membuat
aku rindu karena ayah tidak pulang sudah tiga hari.
“ Nisa, ayah kamu ada, “ Aku bertanya, ia bernyanyi di bagian reff saja, tetapi
sudah selesai, aku mengatakan seperti itu.
“ Ada di rumah, “ Membicarakaanya itu langusng lanjut bernyanyi.
Berjalan melihat petani memacul, pacul itu mengkilau. Orang-orang sawah, telepon jaman
dulu, telepon kaleng dan tali. Burung-burung ketakutan melihat orang-orangan sawah, dan para
burung akan terbang ketika di bunyikan kaleng tersebut karena kaget.
Aku beda arah sama annisa, annisa menghikuti jalur yang kea rah rumahnya, dan aku pun
sama, mana mungkin aku melewati jalur yang ada dirumah annisa, kerumahku, itu akan kesasar.
Kalian harus tahu, bahwa aku saja kesasar di perumahanku, karena perumahan itu banyak sekali
jalan dan banyak sekali sekapan rumah-rumah. Banjak sekali jalurnya. Manusia di perumah itu sudah
Lima Belas Tahun tetap kesasar sedikit-sedikit. Itulah perumahannku penuh dengan rasa
membentang yang akan dikenang.
Masuk rumah dan aku ingin mendengarkan apa yang Bu Susi katakan di ruang guru bersama
ibuku. Sepertinya cerita ini akan panjang dan melebar. Penuh dengan lembar-lembar klimaks, dan
tinta pulpen yang akan habis. Melihat muka ibu seperti murung, sepertinya ini akan menjadi cerita
penuh pedih.
……………………………………………………………………
Ibuku mulai menceritkan tentang di sekolah, bahwa aku akan mengikuti lomba debat tingkat
kabupaten. Ini diselengkarakan secara seksama dalam tempo alunan kepedihan ibuku. Ini adalah
cerita yang Bahagia, kenapa ibuku masih murung.
Ini seperti disebabkan oleh ayahku, tetapi aku tidak ingin menceritakannya dengan cepat,
karena aku ingin cerita ini yang menyambung sampai akhirnya aku menentukan titik terakhir dan
mulai evaluasi kalimat.
Aku senang menceritakan hal itu, bahwa Bu Susi sedang melakukan kepada kejutan, dikira aku
akan di keluarkan hanya karena kata LUBER, bahwa aku menyatakan Air yang kebanyakan adalah
penderitaan rakyat yang banyak, dimana penderitaan pasti di keluarkan dalam tangisan yang
berkepanjangan.
Juara di kelas tidak penting bagiku, aku bukan sombong, tetapi untuk juara itu, yang benar-
benar takut mengulangan, tidak percaya diri mengerjakan soal di papan tulis, dan tetap
mengembangkan diri seperti Hobi.
Hobi membaca buku, buku novel, buku sastra dari ayahku, bahwa dahulu ayahku pengemar
sastra yang fanatik. Ayahku juga mengidam buku Andera hirata, penulis yang saat ini bukunya selalu
Best Seller, di terjemahkan Bahasa asing. Aku ingin seperti Andera hirata.
Aku membaca Laskar Pelangi, seru sekali, bahkan aku bisa merasakan nasib orang kampung,
untuk bisa bersekolah. Dahulu memang pemerintah belum memperhatikan Pendidikan di pelosok,
sekarang sudah, dan aku tidak merasakannya seperti di Laskar Pelangi.
Jikalau aku menjadi Novelist mungkin aku akan terus berkarya. Berkarya yang aku ingin,
berkarya tanpa beban, berkarya tidak memilih untuk kaya. Aku memang sangat ingin berkarya,
sudah itu saja. Manusia yang berguna yang akan selalu berkarya dengan cara apapun. Manusia yang
berkarya tanpa sebab akan masuk surga, jika karyanya itu membaik.
Luber Bahasa Cikarang adalah Air yang kebanyakan. (Si Penulis
Buku Ini)
Dari percaya diriku aku bisa ikut lomba debat tingkat Kabupaten. Menajubkan sekali aku memilih
kata luber itu seperti menentang, bahwa pemilu di Indonesia belum begitu Langsung, Jujur, Bebas
dan, Rahasia. Memang belum, kau bisa menilai sendiri, bahwa langsung itu melihat dari mata kepala
tidak di balik tirai.
Ini bukan Unsur SARA (Suku, Agama, Ras, dan Budaya), memang in terjadi di pemilu Dua Ribu
Empat, bahwa pemilu itu, pemilu yang dikatakan langsung. Bagaimana langsung karena hak pemilik
Kartu Tanda Penduk berhak memilih. Bagaimana bisa jujur, pasti aka nada suap menyaup.
Yang langsung itu, secara eklusive perhitungannya, tidak dari sumber manapun,
perhitungannya tidak menggunakan computer, memang sekarang modern, ini tidak langsung dan
tidak jujur. Dan kata Bebas pun tidak ada, Bebas tanpa ada paksaan dari yang lain, tetapi manusia
jika di beri uang pasti ingin-ingin saja.
Rahasia pun sudah saya jelaskan di Bab sebelumnnya, aku tidak ingin mengulangnya lagi,
karena aku takut aku mulai tersenyum-senyum melihat Pemilihan Umum di Negeri Ini. Seharunya
kita tidak perlu merahasiakaan untuk negeri ini, yang merahasiakan tentang calon yang hanya janji
jari manis, baeganti ke sebelah jari manis.
Bab ini bukan pemberontakan, buku ini saya ciptakan dengan suara hati saya. Ini bukan bab
politik, ini hanya Bab, tak tahu ini dari mana ke mana, yang pasti saya menulis dengan niat saya yang
kuat. Menulis adalah mengarang yang sesungguhnya tidak pas dalam realita.
Sekarang aku belajar politik, kelas tiga Sekolah Dasar belajar politik, buku politik dan sosial. Ini
bukan anak yang biasa sih, Si Horas Samosir adalah salam samosir itu adalah artinya. Mempelajari
harus diamati terlebih dahulu, di bagian paling kecil, ke dalam bagan yang begitu besar.
Selengkap-lengkapnya aku akan menceritakan tentang kehidupanku dan keluargaku, yang
terpenting jangan tidak membaca buku ini, kalau tidak membaca mungkin si penulis akan buta.
Memilih karyaku bisa di baca oleh semua manusia, dari pada dijual mahal, nanti dikiranya aku
sombong.
Aku pundi-pundi manusia untuk menentang kesalahan, aku manusia biasa ini akan
menghukum manusia yang bersalah, dan yang tidak bersalah aku bela sampai nyawa taruhannya
pun aku ladeni. Aku keras, ayahku yang membuat aku menjadi seperti ini.
Perlombaan nanti akan menentukan sampai mana adu debat. Aku memang tidak jago Cakap,
tapi aku bisa menangkap pendapat. Dengankata LUBER aku bisa mengikuti lomba, padahal arti luber
di Cikarang iya kebanyakan air. Semua tertuju melihatku, karena aku segera ke kantor bupati
Cikarang. Dulu dan sekarang masih sama Bu HJ.Neneng, sekarang Bu Neneng sudah di penjara
karena Korupsi Meikarta. Pejabat pasti akan di suap dan saling berjabat tangan, menandakan uang
rakyat ada di tangan mereka berdua yang tumbal pulang ke rumah masing-masing, dan pamer
bahwa itu milik rakyat di lihat oleh rakyat.
Korupsi di bela, mungkin dari mafia-mafianya. Mereka di gaji tapi masih korupsi. Dan terus
berjanji. Korupsi tidak di hukum seberat-beratnya mungkin enggak akan kuat melihat politisinya
akan mati suri. Dan keberatan politisinya akan sepi nanti.
Itu kenapa korupsi tidak di hukum seberat-bertanya, karena ada partai-pantau-paree-
parberak. Aku ingin kuliah di hukum, tetapi pihak kampus tidak menerima aku, yasudah aku memilih
ke STT-PLN, Diploma Tiga Teknik Elektro.
Inilah debatku, mewakili Sekolah Dasar Di Boga Salam Cikarang Timur. Hanyaku sendiri yang
mewakili sekolah, semoga aku bisa menjadi juara dan di akui bahwa anak-anak cikarang bisa.
Mengapa Cikarang tidak dikenal tapi Bekasi di kenal, Padahal Cikarang punya nama, kenapa di
panggil Bekasi. Bahwa Jawa Barat sedang memiliki anak, anaknya contohnya kembar, di panggil
Bekasi Padahal Cikarang, Panggil Bekasi memang benar. Disitu aku ingin menggangkat nama
Cikarang, bahwa Cikarang bukan Bekasi, Cikarang hanya Kabupaten Bekasi. Dan Bekasi adalah Kota.
Ini bukan Unsur SARA memang tujuanku berlatar Cikarang ingin mengangkat bahwa Cikarang itu
lebih dari kota. Jika tidak ada yang suka, mungkin buku ini pilihan anda untuk menyukainya.
“ LOMBA ajang pencarian bakat yang di tentukan tergantung temannya. “ (Si Penulis
Buku Ini)
Perlombaan pasti tujuannya peserta ingin juara. Aku juga, Di hari H-1, melihat juri dan pendukung,
pendukung membuat meriah suasana perlombaan. Dewan juri ada tiga manusia, juri adalah yang
menilai peserta dan di renungkan layaknya masuk ke babak selanjutnya itu tugasnya.
Melihat orangtuaku, menyemangatkanku. Kawan-kawanku, Guru-guru sekolah dasar juga
menonton. Ruangan itu penuh dengan aturan-aturan yang di bacakan oleh juri, penjaganya juga
ketat sekali, penjaganya adalah sebuah Personil Keamanan Negara yaitu Polisi.
Debat adalah ahli dalam Public Speaking, bahwa aku sudah terlatih, mendengarkan
orangtuaku berbicara denganku, aku mengikutinya, mimik mukanya, alunan tempo suara berbicara,
bahwa aku siap, dan sudah menghatamkan buku dari Bu Susi dan Buku dari ayah, yaitu buku Polisi
Militer yang aku baca.
Melihat sekolah Elit, sekolah elit yaitu sekolah Swasta. Bahwa negeri tidak kalah dari swasta.
Sekolah sama, pelajarannya dan tetap membaca buku dan belajar, bedanya mereka Elit, aku hanya
diajarkan oleh ayahku “ Bahwa kamu harus jadi Orang, “ itu adalah perkataan ayahku, disaat aku
sedang membaca buku Polisi Militer tersebut. Aku berfikir aku sudah menjadi orang, mengapa aku di
suruh menjadi orang. Jadi nanti akan aku jelaskan, yang terpenting, aku akan menceritakaan suasana
di perlombaan di Kantor Dinas Kecamatan Cikarang Timur, dimana tempat itu di samping
perumahan Kodam jadi terlihat sekali melihat lokasi tersebut dengan mata telanjang.
Sorai-sorai mengebu-gebu, suara mic berbunyi Singk-Singk-Singk, suara itu menandakan aka
nada pengucapan sambutan dari Bupati Kabupaten Bekasi, dengan salam di ucapkan di awal dari Mc,
tepukan tangan dan sorai-sorai terdengar keras.
Di ruangan itu saksi bahw apertama kali aku mengikuti lomba yang bukan bidangnya aku
selama ini, bidangku di ilmu Sastra, hanya sedikit aku menyukai Sosial dan Kewarganegaraan.
Mungkin ini saatnya aku berkreasi, seluruh mata menantikan menunggu naiknya tangga Yaitu Bu
HJ.Neneng, bupati Kabupaten Bekasi saat itu.
Mengucapkan salam, dan di jawab dengan keras dan bersamaan. Mc di bagian belakang Bu
Bupati, melontarkan kata saya ucapkan kepada pak polisi, dan kalian semua warga, dewan guru, juri,
Polisi, dan lain-lain. Bahwa kompetisi ini saya buka.
Bagian pertama itu, bagian kedua Curhat dari mulut Bu Bupati, Panjang lebar akhirnya
berdoa, di pimpin oleh Ustadz dari pemilik pesantren yang ada di Perumahan Kodam Jaya,
berjenggotan, memakai sorban, dan membawa tasbih.
“ Saya ucapkan semoga para peserta, melakukan dengan baik semua. Terima Kasih”
Bupati Kabupaten Bekasi, mengucapkan menggunkan Mic hitam, dan ada speaker berwarna Hitam
Berjumlah Tiga, Mc pun mengambil ahli Mic itu yang di pegang oleh Bupati.
. ……………………………….
Aku mirip ibu kata ayah, ibu adalah seorang aktivis. Ayah adalah pengaman negara, ayah selain
menjaga kota ambon, ia juga menjaga ibu untuk di dengar aspirasinya. Mahasiswa adalah ketua
rakyat, jadi kalau wakilnya macam-macam, ketuanya akan marah.
Dan kalau presiden dan petinggi lain tidak mendengar suara rakyat, maka suara kami akan di
dengar, kami hanya as[irasi rakyat, siapa lagi kalau bukan mahasiswa. Bahwa dahulu di ambon ayah
melarang ibu untuk ikut demo, tetapi ibu tetap ngotot ingin ikut.
“ Tuh anak kita mirip ibu, nantinya seorang aktivis, “ ayahku, melihatku sedang
berdebat, dan ibu menyaksikan secara langsung aku berdebat.
…………………………………….
Maju di babak selanjutnya, lawanku anak kelas Enam semua, ada kelas Lima, dan hanya aku kelas
Tiga sepertinya. Memilih untuk menyimak orang berdebat bahwa berdebat harus ada kepercayaan
diri walau pun di olok-olok, tetap terus berbicara.
Kemajuan itu menjadi kegagalanku, aku gagal maju ke babak selanjutnya, lomba itu
perlombaan mencari yang benar-benar masuk dalam kriteria juri, ini belum seberapa dari apa karena
aku belum juara. Kompetisi ini setiap Tiga tahun sekali, bahwa aku kelas Enam nanti akan ikut lagi
perlombaan ini.
“ Tenang nak, kalau orang nanti dapat piagam, piagam itu hanya akan di pajang saja, “
ayahku melihatku yang gagal.
“ Apakah tadi aku di depan gugup ayah, “ mukaku kesal, dan cemberut
“ Tidak, kalau tidak percaya, tanya sama ibu saja, “ ayah
“ Bu, apakah aku tadi di depan gugup, “ Aku bertanya ke ibu
“ Tidak nak, kamu belum beruntung saja, bahwa kamu tadi bagus kok, lancar. “ Ibu
membuat aku tidak cemberut lagi.
Kepulanganku membawa aku ke rumah dan langsung rebahan, perjuanganku gagal, jika aku
tadi bisa menjawabnya dengan tenang, mungkin aku akan lanjut ke babak selanjutnya. Dan itu benar
juga apa kata ibuku, bahwa semua perlombaan pasti ada kebujuran atau keberuntungan.
Jadi gagalnya ini, membuat aku berambisi akan ikut perlombaan itu lagi. Perlombaan debat
Terakhir aku ikut debat tentang Peradaban, dimana Peradaban adalah berabad-abad sudah ada dan
sudah masuk ke dalam sejarah dunia.
…………………………………..
Oh iya aku belum menceritakan bagaimana aku di rumah waktu itu, karena aku ada masalah tentang
perkataan LUBER. Aku dan ibu saling mengobrol dan mengatakan bahwa aku akan mengikuti
perlombaan debat itu, karena tidak ada lagi yang ingin.
Ibu mengatakan aka nada saatnya kamu harus berkompetisi, berpartisipasi dalam bidang
akademiknya. Bahwa ibu dan Bu Susi menceritakan bahwa aku akan menjadi pemimpin. Dan
pemimpin yang disuka rakyat selalu dalam mimpi-mimpinya saja.
Keesokan harinya aku bersekolah, melihat kawan-kawanku memberiku kejutan. Sertiap
kejutan pasti akan terkejut bagi orang yang di beri kejutan. Bahwa support, dan membeli ucapan di
papan tulis “ Selamat kau sudah menjadi juara di Sekolah ini, “ papan itu masih di tulis oleh kapur.
Bu Susi juga mengucapkan selamat sudah mewakili Sekolah ini, dan mengucapkan maaf, ibu
tidak menceritakaan hal ini ke kamu, karena ibu sudah menceritakan ke ibumu, karena aku bisa tahu
performa kamu dalam berbicara di depan. Ibu nilai kamu sudah bagus, hnya belum beruntung saja,
yang penting kamu terus berlatih ya, sampai kamu menjadi juara.
Menyerah sama sekali tidak hidup. Menyerah tanpa syarat menyimpulkan bahwa akan ada
bendera putih dan berwarna kuning di sekeliling lingkungan hidup. Kalau ada kata Bangkit, Mengapa
harus Menyerah. Menyerah yang baik itu serahkan semua pada tuhan.
……………………………….
Aku langung pulang tidak melihat dari sekolah mana yang juara. Yang terpenting aku mendapat ilmu
di atas pentas. Semoga yang menjadi juara itu memang yang menjadi terbaik di Cikarang, dan
mampu mewakilkan Cikarang di Nasional.
Mulai sekarang, di mulai dari niat yang kuat. Jika niatnya kuat, maka hal yang keberatan akan -
ringan dan mudah-mudahan di beri kumudahan dari tuhan. Dan semoga buku ini di beli banyak
orang Amen, semoga buku ini di terbitkan, Amen. Dan semoga orangtuaku sehat dan terus
tersenyum. Amen.
Menemukan adalah hal yang paling menajubkan, menemukan suatu kebaruhaan yang masih
baru aku temukan, bahwa ada yang aneh dalam keluargaku belakangan ini, seperti ibu berapa kali ini
mulai menangis.
Kata ibu sih hanya pilek saja. Ini tidak mungkin dalam hatiku. Kali ini ibu merahasiakan hal ini.
Mungkin nanti aku akan cari tahu sendiri. Kemunduranku ini hanya untuk menceritakan bagaimana
orangtuaku bisa akur kembali.
Selanjutnya akan ada hal yang mewah yang belum pernah ada di dunia. Otoriter dalam
keluarga, ayahku membuat peraturan yang tiba-tiba membuat aku binggung, peraturannya beragam
kejam sekali, pokoknnya. Nantikan di Bab Selanjutnya. Terima Kasih Aku ada di antara kalian semua,
ahahahahahaha.
Sebelumnya aku tidak bisa berkata-kata lagi, dibuatkan peraturan yang sangat gila dalam
kehidupanku. Dengan ini aku harus ikuti apa kata ibuku yang ahli hukum, udah-mudahan aku diberi
kemudah oleh tuhan. Ayah tidak bisa berkata-kata lagi, karena ayah takut pada ibu. Ayah berkata “
Lebih baik ayah berperang dengan lawan, dari pada, lawan ibu, tapi ayah tetapi laki-laki sejati. “ Itu
adalah kaliamat yang tidak benar terjadi.
Maaf aku ceplas-ceplos dibuku ini, mungkin memang aku lebih suka apa adanya. Terbilang aku
ini adalah seorang aktivis di kampus di STT-PLN. Ini masih cerita di dalam keluargaku, yang merujuk
apakah aku masih tetap mempunyai keluarga.
Ibu membuat hukum, Hukum pertama adalah yah aku di hukum, karena aku mandi hujan. Ibu
selalu melarangku mandi hujan. Ayah juga, tetapi ayah tidak membuat hukumnya sendiri. Coba
bayangkan kalau ayah buat hukum, pasti di bidang semi-militer.
Maka cerita ini yang membuat aku masih tetap mengingat, dimana aku di lempar sandal. Ayah
menyuruhku untuk mandi, ibu ngomel ketika aku ketahuan mandi hujan. Ibu aslinya tidak galak,
hanya untuk membuatku tidak mandi hujan lagi.
Ceritanya begini, aku melihat kawanku bernama Iqbal mandi hujan. Berlari sekeliling komplek. Ia
sangat ngembira, bahwa ia ingin pernah merasakan tetesan air mata tuhan yang begitu tercurah
menjadi genangan merangkai kenangan-kenanganku bersama Iqbal tercipta dari tetesan air mata
tuhan yang begitu dingin, aku mengigil.
“ Ayo mandi hujan, “ Iqbal. Aku meneduh di atas daun pisang yang baru aku ambil.
“ Dingin, bal. “ aku, masih memegang daun pisang berwarna hijau tua.
“ Nanti sakit, jangan payah, kamu harus rasakan tetesan air mata tuhan “ Iqbal memuncratkan
air dari genagan yang di injak.
Iqbal salah satu manusia yang bisa membuat aku terus hidup, tak ada pikiranku bahwa dunia
ini akan rebup. Jika aku bersamanya, aku seperti berada di surge, ia yang mengajarkanku untuk
menikmati dunia, jika itu bukan surga yang di inginkan semua manusia.
Kehidupanku masih banyak cerita yang membuat aku benar-benar berterus terang yang hidup.
Lambat alun ini terus aku ingat, banyak di luar sana yang kehidupannya begitu banyak momentum,
dan cerita ini juga banyak sekali momentum yang tercipta di malam hari ketika aku belajar.
Adikku menangis ketika aku jaga, dan itu menjadikanku supaya orangtuaku tidak terbangun,
karena tahu akan menganggu tidurnya. Aku selalu bermain dengan adik kecil yang lucu dan imut.
Adikku yang selalu menangis, melihat aku tersenyum, senyumnya manis dan imut yang pernah aku
lihat. Dan ia menggigit jari, aku mulai mengelus-elus kepalanya.
Adikku tertidur,, oh iya adikku ngempeng. Ngempeng itu seperti Dot. Sang adik tidak ingin
melepaskan Dot yang sudah membuat ia tidak menangis ketika tertidur. Adikku aku ingat waktu itu,
aku pernah mengasuh seperti ibu. Jika kau tidak tahu hal itu, mungkin karena kamu masih kecil
sekali.
Meliahat foto ayah Pendidikan waktu itu, mendapat medali emas dari Presiden Ke-6 Bapak
Susilo Bambang Yudhoyono. Meliaht ibu lulus kuliah di Universitas ambon, dan ayah mamakai baju
loreng. Betapa seru di keluarga hukum dan menghukum. Jika aku seperti ayah dan ibu, mungkin aku
akan menghukum manusia yang merasa dirinya bersalah. Mungkin ia aku bisa menjebloskan ayah ke
penjara. Tetapi aku belum menceritakannya secepat ini, karena aku ingin membuat buku ini menjadi
cerita yang padu.
Dilahirkan di keluarga hukum, tetapi ibu tidak berani menghukum ayah, karena tahu, jika hukum
dibalas hukum sama dengan maklum. Mengapa maklum, karena dalam segi hukum, tidak ada saling
menjatuhkan, karena hukum selalu di pakai di kejaksaan, kepolisian, ke dalam polisi militer juga, dan
ibu.
Masuk rumah aku langsung membawa sandal jepit, ibu hanya menakut-nakutiku saja, tidak
betulan melakukannya kepadaku, karena aku tahu, anak sekecil aku dulu, harus mengerti aturan, jika
tidak mengerti, maka nanti akan menjadi manusia yang melanggar aturan demi aturan.
Aku lari dari gang kedua, sampai kerumah, mungkin ini yang disebut aku adalah seorang aktivis,
nantinya. Ibu mengontarkan amarah, karena ibu sayang kepadaku, tetapi ayah meminta aku mandi.
Ayah membelaku, karena tahu anak sekecil ini seharusnya disayang, bukan dimarahi.
“ Aku, “ Aku berlari dan becek-becekan. Ibu melihatku membawa sandal jepit. Ayah menahan
ibu jangan sampai terjadi menyakiti.
“ Kamu, bukannya di rumah. Kamu bang jangan mandi hujan nanti sakit, ibu nanti sakit juga “
Ibu memegang sandal jepitnya.
Aku hanya menggigit jari sambil kedinginan. Memnag ini salahku, bahwa tetesan air mata tuhan
begitu mengalir sampai ke comberan. Memungkinkan aku, ini lah pertama kali aku membuat ibu
kecewa, dan ayah hanya tersenyum.
Hujan begitu deras, kilat terdengar cepat, angin begitu terdengar desirnya. Membuat antenna
rumah di copot oleh ayah. Televisi tabung itu membuat hari-hariku penuh dengan spongebob dan
keluarga kapur.
………………………………………
Kisah adalah alkisah yang hanya aku ceritakan di dalam buku ini, ditemani lagu nostalgia, lagu Ruth
sahanaya Astaga. Lagu yang sering di putar ibu, karena lagu itu membuat hidup ibu ingat semua
kejadian yang pernah dialaminya waktu di tinggalkan ibu bagaimana. Ibuku sudah cerita semua
denganku, mungkin nanti akan aku ceritakan.
Kalau ini akhir dari keluarga otoriter, mungkin aku ingin segera membuat buku waktu di
ambon , kedalam kehidupan yang pernah dialami ibu. Ambon bagi ibuku yang bisa menerima ibu
kuliah secara beasiswa. Dan ayah bisa naik pangkat dari sersan ke serda.
Lambat laun akan aku ceritakan semua dengan perkataan ibu yang menagis, tetapi ini bukan
aku yang certa, ini tentang ceritaku waktu aku di Sekolah Dasar dulu. Memilih aku tetap bersyukur
kepada tuhan, bahwa aku masih ada keluarga. Tuhan utuhkan keluargaku, hanya itu saja yang aku
minta darimu.
Terjun dari atas, ayah tetap menerima, ibu terjun menjadi notaris. Ayah tetap menjadi tentara.
Aku hanya menjadi anaknya, adik menjadi adikku dan menjadi anak dari orangtuaku. Semoga saja ini
bukan akhir.
Ayah memilih untuk membantu aktivis mensorak-sorai apresiasi mahasiswa dan mempersatu
lidah rakyat Indonesia. Menjaga di istana, ayah tetap membawa senjata AK47 dari Finlandia. Semua
tentara Angkatan darat, berada disana berkumpul, sebagian ini adalah cerita ayahku, ayah menangis
mendengar suara dari mahasiswa, mungkin ayah pernah merasakan di bawah. Ibu mendukung
pernyataan mahasiswa tersebut. Bahwa yang dikatakan itu memang murni, tampa dicampur
apapun. Tak ahu apa yang ibu katakana, karena aku masih sangat kecil sekali, umrku ada 9 tahun.
……………………………………………………………………………….
Ayah sudah ditelpon komanda, bahwa hari ini mahasiswa sedang menunjukan aksinya didepan
istana merdeka tempat tinggal presiden saat itu. Memegang kompi ayah sudah berkali-kali
ditugaskan. Waktu malam hari ayah harus ada dilokasi jam Tiga subuh Waktu Indonesia barat. Ayah
memikirkan diranjang, sambil berkata dalam hati “Indonesia, sampai menutup mata.” Dalam hatinya
mengatakan seperti itu.
Ayah terus memikirkan, takut kalau tahun 98 terulang kembali. Bagaimana mungkin ayah dan
kompinya bertahan, sedangkannya selalu mendukung aksi mahasiswa. Selain itu ayah juga
menunjukan bahwasannya Aksi mahasiswa itu menyatukan lidah rakyat. Rakyat susah maka ada
anak bangsa yang sedang dizholimi.
Sekarang dikubu ibu, ibu adalah seorang aktivis, pasti ia mendukung mahasiswa. Pendapat ibu
berbeda terhadap ayah, “bahwa ibu adalah seorang mahasiswi, buat apa takut mati” betapa sakit
kata-katanya, yang begitu ganas stadium 4.
Ayah berjalan dari cikarang ke cijantung. Kalian tahu bahwasanya ia sedang baris dibagian
depan kiri sebagai komando kompi. Diberikan asupan sebelum terjun ke lapangan, memulai dengan
baca do’a. Komandan dengan pangkat Kolonel, memimpin do’a dan menyanyikan yel-yel tentara.
Dengan mobil tronton dari Polisi Militer yang besar, dan mempunyai serene yang bagus.
Membawa senjata AK47 dari filandia. Membawanya seperti pengamen membawa gitar. Tentara
berjaga seperti penghibur, taka da yang ditakuti mahasiswa entah dari mana. Menggunakan almet
warna kuning, merah dan biru tua. Hanya sedikit, tak seramai tahun 98.
Ayah memberi tahu semua didepan istana merdeka. Ayah sempat menangis ketika ada satu
mahasiswa berpidato yang mengharuhkan. Seperti ini “Bahan bakan naik, tak semestinya yang
dipucuk seenaknya. Kami mahasiswa dan mahasiswi, meneruskan aktivis 98, bahwa kesejahteraan
rakyat harus ada didepan muka kami yang sedang aksi” Bem UNTAR.
Banyak yang menggunakan bendera merah putih dijidat para aktivis. Usut punya usut, bahwa
rapat pers digelar di istana. Berdiam kita menyaksikan dan menunggu bahan bakar segera di naikan,
karena rakyat hanya ingin itu.
Ada yang menyanyikan Mars Mahasiswa, berisik sekali, semuanya berteriak-teriak yang lantang.
Lebih keras suara dari kubu almet biru dan kuning. Spanduk bertulisan “Turunkan harga BBM” kami
aktivis 2010 melanjutkan aktivis tahun 98.
Belum Hatam
.
.
.
.
.
.
Ditunggu ya Tulisannya